Website counter

Wednesday, June 27, 2012

Sistem Pemilu dan Perempuan


Sistem Perwakilan Proporsional yang menggunakan Daftar baik Daftar Terbuka maupun Daftar Tertutup memungkinkan kandidat perempuan terpilih dibandingkan sistem pluralitas-mayoritarian. Di seluruh dunia sistem Perwakilan Proporsional menunjukkan lebih banyak jumlah kandidat wanita yang terpilih daripada sistem FPTP.

Di tahun 2004, rata-rata jumlah perempuan politisi di parlemen seluruh dunia 15,2%.  Jumlah perempuan politisi di parlemen yang terpilih karena sistem PR 4,3% lebih tinggi daripada rata-rata tersebut. Sedangkan perempuan politisi yang terpilih di negara yang menggunakan sistem FPTP justru 4.1% lebih rendah dari rata-rata.

Saya menginterview seorang kandidat wanita dari partai no. 12, Rak Santi, provinsi Trang, Thailand Selatan, dalam pemilu  Parlemen Thailand Juli 2011. Kandidat wanita biasanya berjuang di partai kecil dan atas dukungan keluarga dan rekan-rekan wanitanya saja, 

Dalam dapil berwakil tunggal seperti dalam sistem FPTP, kebanyakan partai akan memilih kandidat ‘yang paling diterima secara luas’ dan jarang kandidat tersebut adalah perempuan. Kandidat yang dimaksud adalah laki-laki dan dari etnis yang berkuasa. Jika memilih perempuan, maka pertimbangan partai tersebut adalah bahwa perempuan tersebut adalah tokoh atau mempunyai nilai historis dan kekerabatan dengan politisi yang berkuasa.

Aung San Suu Kyi dari Myanmar, terpilih karena dia putri jenderal Win, seorang oposan di Myanmar. Semenjak kemenangannya yang dianulir, ASSK menjadi tokoh yang mendunia, icon dari Myanmar. Yingluck Sinawatra, perdana menteri Thailand menang dalam pemilu parlemen 2011 adalah adik dari Thaksin Sinawatra, yang diexil-kan dari Thailand. Myanmar dan Thailand menggunakan sistem FPTP.

Dalam sistem perwakilan proporsional, partai menggunakan daftar kandidat untuk „menawarkan“ perempuan politisi kepada publik.

Ada kemungkinan, pemilih akan memilih kandidat perempuan meski dalam kenyataannya pilihan tersebut lebih kepada pertimbangan politik daripada masalah gender.

Di Indonesia, perempuan politisi yang terpilih sebagai anggota DPR dan DPRD kebanyakan adalah perempuan yang memiliki hubungan kekerabatan dengan kepala daerah atau laki-laki politisi yang berkuasa. Yang mengkhawatirkan adalah adanya kecenderungan partai merekrut artis untuk mendulang suara.

Pengecualian tentu saja ada, Nurul Arifin dari partai Golkar, berasal dari kalangan artis yang kemudian direkrut dan dibina oleh Golkar, dan mampu memainkan peran sebagai perempuan politisi yang handal dan bersuara cukup vokal dalam rapat-rapat komisi di DPR.


Asiah dari Sulawesi merupakan anggota DPRD dari partai kecil. Beliau mampu menang karena kedekatannya dengan masyarakat dan kegiatannya bersentuhan langsung dengan masyarakat.   


Note dari penulis :
Tertarik ingin punya bisnis sendiri???? Gampang caranya. Add akun Facebook saya yang ada di sebelah kanan atau kiri artikel ini.  


Kalau sudah jadi friend saya di Facebook, nanti saya undang ke pertemuan bisnis kami. Tenang, kalau cuma hadir di pertemuan bisnis, gak perlu bayar. Pertemuannya juga online, lewat Facebook. Jadi gak perlu keluar rumah, dan kalau lagi di luar rumah, gak perlu batalin janji. Kan bisa lewat handphone. Asyik, kan. Yuk, gabung yuk.

No comments:

Post a Comment