Harian Bernama, Malaysia, 14 Juni lalu melansir berita bahwa tarian Tor-tor dan paluan Gordang Sambilan (sembilan gendang) masyarakat Mandailing akan diiktiraf sebagai satu cabang warisan negara kelak, kata Menteri Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan Datuk Seri Dr Rais Yatim. Katanya ia akan didaftarkan mengikut Seksyen 67 Akta Warisan Kebangsaan 2005.
Berita ini jelas menyulut emosi rakyat Indonesia terhadap Malaysia yang sudah mulai mendingin setelah kasus tarian Bali yang dipergunakan untuk iklan pariwisata Malaysia. Belum lagi kasus angklung, pematenan batik, pulau Sipadan dan Ligitan, Ambalat dan sebagainya.
Saya pernah berargumen kepada teman saya, Amin Iskandar, seorang aktivis dan peneliti politik dari Malaysia, jika Malaysia menggunakan tarian atau musik dari Sumatera, orang mungkin tidak terlalu 'ngeh'. Karena budaya Sumatera dan Malaysia mirip, karena kedekatan geografis. Tetapi jika menggunakan tari Bali dalam promosi pariwisata Malaysia, hal tersebut adalah sesuatu yang menggelikan dan konyol. Semua orang di seluruh dunia sudah tahu Bali ada di mana.
Kebanyakan orang Indonesia sebenarnya tidak terlalu peduli, apakah negara lain mau memakai budaya, tarian, musik dan sebagainya yang berasal dari Indonesia. Karena kami menyadari bahwa Indonesia dan Malaysia serumpun. Pengalaman saya pergi dan masuk menjelajahi beberapa provinsi di Thailand selatan tahun 2011 lalu, menunjukkan bahwa banyak makanan yang selama ini dianggap makanan tradisional di Indonesia khususnya pulau Jawa, ternyata juga makanan tradisional di Thailand selatan.
Wajar saja, karena negara Nusantara di jaman Majapahit dan Sriwijaya mencapai Thailand selatan di sebelah kiri, dan kerajaan Campa, Cambodia di utara. Pengaruh dari kedua negara besar ini masih terasa sampai sekarang.
Tetapi belajar dari pematenan motif batik "Lereng' dan kemudian pengambilan pulau Sipadan dan Ligitan oleh Malaysia memberikan pelajaran berharga buat Indonesia dan terutama rakyat Indonesia untuk semakin berhati-hati dan kritis terhadap apapun yang dilakukan oleh Malaysia.
Motif batik "Lereng" diciptakan oleh Sultan Jogja di abad 13 dan hanya boleh dipakai untuk keluarga kerajaan lingkar terdekat saja. Baru di akhir abad 20, rakyat jelata (common people) seperti kami-kami ini diizinkan memakai motif tersebut.
Dan kemudian Malaysia mempatenkan motif tersebut? How come? Ini sangat menampar orang Indonesia, baik pemakai, apalagi pengrajin dan pengusaha batik Indonesia. Efek dari hak paten tersebut adalah orang Indonesia tidak boleh menggunakan motif tersebut apalagi memperdagangkan barang apapun dengan motif "Lereng". That's insane.
Pengambilan pulau Sipadan dan Ligitan dimulai ketika pengusaha-pengusaha dari Malaysia menyewa sebagian demi sebagian pulau tersebut untuk dibangun resort. Apa argumen dari pihak Malaysia ketika kasus ini dibawa ke Mahkamah Internasional? Argumennya adalah karena Malaysia yang memanfaatkan pula tersebut. Dan itu dimenangkan oleh Mahkamah Internasional.
Karena itu ketika Ambalat juga akan diambil oleh Malaysia, tentara TNI dan pemerintah Indonesia bersikeras untuk membatalkan perjanjian SHELL (Belanda) dengan pihak Malaysia. Masih sengketa, tetapi pemerintah Malaysia sudah membuat perjanjian dengan pihak lain untuk mengolah Ambalat. Ambalat akan diambil dengan argumen yang sama : Siapa yang paling dahulu menggunakan lokasi tersebut. Ambalat selamat untuk sementara.
Untuk kasus yang sekarang ini, mula-mula memang hanya mendaftarkan tarian tor tor dan Gondang sembilan agar kedua budaya tersebut mendapatkan dana dari pemerintahan Malaysia untuk pelestariannya. Idenya bagus dan mulia: pelestarian budaya. Tetapi, kita lihat sepuluh atau dua puluh tahun kemudian, apa yang akan terjadi dengan tarian tor tor dan gordang sembilan.
http://www.kpkk.gov.my/index.php?option=com_content&view=article&id=5149%3Abernama-14-jun-2012-tarian-dan-gendang-mandailing-akan-diiktiraf-sebagai-warisan-negara-rais&catid=118%3Aberita-terkini&Itemid=150&lang=bm
Note dari penulis :
Kalau sudah jadi friend saya di Facebook, nanti saya undang ke pertemuan bisnis kami. Tenang, kalau cuma hadir di pertemuan bisnis, gak perlu bayar. Pertemuannya juga online, lewat Facebook. Jadi gak perlu keluar rumah, dan kalau lagi di luar rumah, gak perlu batalin janji. Kan bisa lewat handphone. Asyik, kan. Yuk, gabung yuk.
No comments:
Post a Comment