Website counter

Wednesday, December 26, 2012

Pemantau Pemilu dalam Undang-undang Pemilu


Untuk menjamin transparansi dan meningkatkan kredibilitas, kerangka hukum harus menetapkan bahwa para pemantau pemilu dapat memantau semua tahapan pemilu.


Proses pemilu yang transparan merupakan standar internasional yang diperlukan untuk memastikan pemilu yang demokratis. Kehadiran para pemantau pemilu dari dalam maupun luar negeri di negara-negara yang demokrasinya sedang berkembang cenderung menambah kredibilitas dan legitimasi terhadap proses pemilu yang dipantau.

Pawai KIPP Indonesia tahun 1999. KIPP adalah organisasi pemantau pemilu pertama dan terbesar di Indonesia.

Pemantauan pemilu juga berguna untuk mencegah kecurangan dalam pemilu, khususnya pada saat pemungutan suara. Akan tetapi, beberapa negara yang demokrasinya telah maju, di mana masyarakat percaya akan keadilan dan ketidakberpihakan penyelenggara pemilu, pemantauan pemilu mungkin tidak ada.

Banyak kerangka hukum mengatur keberadaan para pemantau, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, selain perwakilan dari media, partai
politik, dan para kandidat.

Pada dasarnya, pemantauan pemilu berarti pengumpulan informasi tentang proses pemilu dan pemberian penilaian yang beralasan mengenai pelaksanaan proses tersebut berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan yang dilakukan oleh orang-orang yang sebenarnya tidak berwenang untuk mencampuri proses tersebut. Keterlibatan pemantau pemilu dalam kegiatan-kegiatan mediasi atau bantuan teknis tidak boleh merusak tugas utama mereka dalam melakukan pemantauan.

Pemantau Pemilu dalam Negeri
Saat ini terdapat kecenderungan yang meningkat dari lembaga penyelenggara pemilu atau negara untuk mengizinkan pemantau pemilu dari dalam negeri. Pemantau pemilu dari kelompok-kelompok masyarakat sipil seperti kelompok masyarakat dari lembaga keagamaan, organisasi perempuan dan pemuda, serta LSM dapat memainkan peran yang penting, dan seharusnya diizinkan untuk melakukan pemantauan. Semua fasilitas harus disediakan untuk para pemantau dari dalam negeri ini untuk menjalankan tugas-tugas mereka.

Setiap undang-undang tentang LSM dan perhimpunan-perhimpunan umum harus dikaji ulang untuk memastikan bahwa undang-undang itu tidak menghalangi secara tidak wajar status hukum dan akreditasi yang diperlukan sebagai lembaga pemantau pemilu dalam negeri. Kerangka hukum itu harus memberikan kriteria yang jelas dan obyektif tentang pendaftaran dan pengesahan pemantau. Karena pihak yang berwenang memberi pengesahan kepada para pemantau, syarat-syarat untuk mendapatkan status pemantau dan keadaan-keadaan di mana status pemantau dapat dicabut juga harus jelas.

Undang-undang itu juga harus memuat ketentuan-ketentuan yang jelas dan tepat untuk menjamin hak-hak para pemantau memeriksa dokumen-dokumen, menghadiri rapat, memantau kegiatan-kegiatan pemilu pada semua tingkatan dan setiap waktu, termasuk penghitungan dan pembuatan tabulasi, serta untuk mendapatkan salinan resmi dari dokumen-dokumen pada semua tingkatan. Apabila sebuah lembaga penyelenggara pemilu menolak untuk mengesahkan seorang pemantau atau kelompok pemantau, maka undang-undang itu juga harus menjamin kecepatan proses bagi para
pemantau untuk mendapatkan penyelesaian.

Kerangka hukum itu juga harus jelas dan tepat menerangkan apa yang tidak boleh dilakukan oleh pemantau dalam negeri. Larangan untuk mereka, misalnya, mencampuri pemungutan suara, berperan langsung dalam proses pemungutan suara atau penghitungan, atau mencoba untuk menentukan bagaimana seorang pemilih akan memberikan suaranya atau telah memberikan suaranya.

Undang-undang itu harus menyeimbangkan antara hak-hak para pemantau dan penyelenggaraan proses pemilu yang tertib. Tetapi undang-undang itu tidak boleh menghambat pemantauan yang sah, “membungkam” para pemantau, atau mencegah mereka untuk tidak melapor atau memberikan informasi yang telah mereka dapatkan melalui pemantauan.

Pemantau Pemilu Internasional
Pemantauan pemilu oleh pihak asing bukan suatu hak, dan juga belum menjadi standar internasional yang diakui. Kedaulatan negara masih mengharuskan bahwa harus ada undangan resmi kepada para pemantau pemilu asing, dan harus ada persyaratan yang lebih ketat untuk akreditasi pemantau pemilu asing dibandingkan persyaratan untuk pemantau pemilu dalam negeri.

Akan tetapi, perjanjian regional dan perjanjian internasional yang serupa dapat mengharuskan negara-negara untuk membuka diri bagi para pengamat internasional. Misalnya di negara-negara anggota Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Negara-negara Eropa atau OSCE).

Apabila memang demikian halnya, undang-undang itu harus memuat ketentuan-ketentuan yang sesuai untuk para pemantau asing. Undang-undang itu harus juga menyatakan kapan dan oleh siapa para pemantau pemilu tersebut diundang.

Pemantau pemilu internasional kadangkala muncul sebagai bagian dari proses pemantauan hak asasi manusia yang lebih luas yang berkaitan dengan hak-hak minoritas atau hak-hak dari kelompok-kelompok tertindas. Tugas-tugas pemantauan hak asasi manusia seperti ini biasanya tanpa undangan resmi atau akreditasi.


Sumber : International Electoral Standards: Guidelines for reviewing the legal framework of elections, IDEA International

No comments:

Post a Comment