Website counter

Saturday, December 15, 2012

Bagaimana memilih TPS untuk dipantau?

Bagi pemantau pemula dan lokal, TPS yang paling ideal untuk dipantau adalah TPS yang dekat di rumahnya. Dekat dari rumah berarti hemat biaya,  cukup berjalan kaki saja dari rumah ke TPS tersebut. Kedua, pemantau sudah kenal dengan petugas TPS di daerah tersebut sehingga kemungkinan tidak ada penolakan. 

For local and beginner observers, the ideal poll station to be observed is the closest poll station from their house. They need not any kind of transport, just walk. Secondly, observers know all the poll officers, which is their own neighbors. So the possibility to be denied to enter the poll station is zero.

Penterjemah saya, Mustafa, sedang berdiskusi mengenai TPS yang aman dan tidak aman untuk dikunjungi. Lokasi, kantor penyelenggara pemilu prov. Baghlan, Afghanistan, Agustus 2009.  My interpreter, Mustafa, discussed about the safe polling stations we can visit. Location: Election commission office of prov. Baghlan, North East Afghanistan, August 2009.

Kadang-kadang ada juga, lho, KPPS yang menolak pemantau. Walaupun saya belum pernah ditolak,  bahkan selalu disambut ramah sampai disediakan makanan dan minuman segala (saya menolaknya dengan cara halus), baik di Jakarta, di luar Jakarta sampai di luar negeri meski di daerah pasca konflik. Tentu ini tergantung dari sikap dan pendekatan kita kepada mereka. 

Even though seldom, but it sometimes happened that poll officers deny an observer. However, I never have experience that. Mostly they welcomed me and even provided me food and some drinks (I denied this politely), in Jakarta, outside Jakarta, even abroad. I think it depends on our appearance, attitude and approach to them. 

Ketiga, pemantau mengenal daerah tersebut, sehingga bisa mendeteksi pelanggaran pemilu yang mungkin terjadi tanpa perlu terlalu bersusah payah. Misalnya pemilih ganda, politik uang, dan sebagainya. Keempat, pemantau tetap dapat melaksanakan hak politiknya, yaitu memberikan suara di TPS tersebut. Pemantau memang harus netral, tapi bukan berarti menjadi tidak boleh memilih atau golput. Kecuali kalau memang itu sudah pilihan hatinya untuk tidak memilih.

Third, observers know they own area well, so they can detect electoral frauds easier. The possible frauds are multiple voting, money politics, etc. Fourth, observers can still exercise their political rights to cast a vote in that election. Observers should be neutral and impartial, but it doesn't mean that observer can't or may not cast a vote, except it is their own choice not to cast a vote. 

Untuk pemantau yang sudah berpengalaman, pemantau pemilu internasional, dan pemantau yang bertugas sebagai pengumpul data, bekerja sebagai mobile observer. Pemantau pengumpul data  harus berkeliling ke TPS-TPS di mana station observer berada untuk mengumpulkan data dan juga untuk hal-hal lain terkait pelaporan. Mereka harus cermat memilih  TPS yang akan dipantau, sehingga tujuan pemantauan pemilu yaitu untuk mengetahui situasi secara keseluruhan bisa tercapai. Sebagai pemantau yang sudah memiliki jam terbang yang sudah cukup lumayan, dan sebagai pemantau internasional, saya akan berbagi pengalaman sebagai mobile observer.

Experience observers, international observers and observers whose task collecting data from station observers in polling stations work as mobile observers. They have to be careful and with fully consideration when they pick up polling stations to be observed in order to achieve the goal of election observation. As an experienced observer (I still learn) and as an international observer I would like to share my experience as mobile observer.

Pertama-tama, pemantau harus memiliki data TPS di daerah yang akan dipantau. Jika team core tidak menyediakan, pemantau harus mendapatkannya dengan meminta kepada KPU atau KPUD setempat. 

At first, observers should have polling station list of their respective Area of Responsibilities. If Team Core doesn't afford it, observers can go to local election office and ask for that. 

Setelah itu barulah memilah-milah TPS mana yang akan dipantau pada hari pemungutan suara. Lakukan ini beberapa hari sebelumnya. Perhitungkan waktu buka dan tutup TPS. Usahakan, kita berada di TPS sebelum TPS buka, untuk melihat persiapan pembukaan, menyaksikan pembukaan dan mengamati suasana di awal pemungutan suara. 

Next, choose which polling stations will be observed. Do this a couple days before election day. Be aware of opening and closing voting time. We have to be in the first poll station before opening to see the preparation of poll officers, "the opening ceremony" and the atmosphere of opening.

Perhatikan jarak dan waktu antara satu TPS dan TPS berikutnya. Kita harus mengusahakan bahwa kita berada di sebuah TPS sebelum penutupan, sehingga kita bisa menyaksikan suasana menjelang penutupan, proses penutupan dan kalau bisa penghitungan. 

We have to take a note, the distance of the next poll station (sequence) and how long the trip to each poll station. We have to be in the last poll station before the closing, to see the atmosphere of closing, closing ceremony and if it possible counting process.

Catatan : tidak semua negara memungkinkan penghitungan di TPS tersebut, tetapi harus dikumpulkan di suatu tempat, misalnya Sri Lanka. Silahkan lihat artikel saya mengenai penghitungan suara di Sri Lanka di dalam blog ini juga. 

Note: Not every country conducts counting in the location of voting or poll station, but should be in counting center, like Sri Lanka. You can see my article about counting in Sri Lanka in my blog here. 

Media massa biasanya meliput TPS di mana kandidat utama bertempat tinggal. Tetapi saya tidak tertarik untuk memilih TPS seperti ini, karena potensi pelanggaran sangat rendah karena sudah banyak yang memantau. Pengecualian ketika memantau pemilu parlemen Afghanistan 2010. Tim saya mengunjungi sebuah sekolah yang besar sekali yang memiliki beberapa TPS untuk pria dan beberapa TPS untuk wanita. Lokasi sekolah tersebut adalah di daerah utama di ibukota provinsi itu. Jadi sejumlah kandidat utama, baik pria dan wanita akan memberikan suara di tempat tersebut. Tim saya menduga akan ada pelanggaran, khususnya kekerasan antar pendukung. Dan itu memang terjadi satu jam setelah pembukaan.

Media is usually interested to cover the polling station where (main) candidate will cast a vote. However, I am not interested to choose that polling station, because electoral frauds will be low or perhaps there is nothing happened, because so many people observe that poll station. One exception was when I observed Afghanistan Parliamentary Election 2010. 

My team visited a big school in Puli Khumri that had several poll stations for male, and several poll stations for female. That school was located in main and important area in that capital, where some main and influenced candidates both male and female live and cast a vote. We predicted that would be electoral frauds or at least violence or conflict among supporters. And it happened 1 hour after opening.

Pada pemilu gubernur Jakarta 2012, putaran pertama, saya memulai dari TPS tempat saya memilih di Jakarta Barat, lalu ke beberapa TPS di sekitar rumah lalu menuju daerah Jakarta Selatan. Tadinya saya mau memantau juga di daerah Jakarta Pusat, tapi ternyata waktunya tidak cukup. Padahal rencana saya memantau di 3 kotamadya di Jakarta. Jakarta memiliki 5 kotamadya dan 1 kabupaten. Sehingga cukup terwakili. 

At Jakarta Gubernatorial election 2012, First Round, I planned to start from my own polling station in West Jakarta, then I will cover some polling station in Central Jakarta and ended in South Jakarta, where my office located. I would give a report for observation.  

Nama saya sekeluarga (5 orang) ternyata tidak tercantum sebagai pemilih di TPS tersebut, sehingga saya harus melapor ke kelurahan. Hal ini cukup membuat saya murka, selain kehilangan waktu yang cukup berharga di hari pemungutan suara yaitu kehilangan waktu untuk memantau beberapa TPS di rencana awal, juga karena nama saya sekeluarga sudah ada di DP4, jadi harusnya otomatis nama saya sekeluarga tercantum di DPS dan DPT. Lagipula keluarga saya tinggal di daerah Kedoya sudah lebih dari 20 tahun. Mengenai hal ini akan saya tulis dalam artikel yang lain. 

However, may name and my family member (5 persons) were not on the voter list. So I have to complain to Kelurahan (sub-district office). This made me so angry, because we live there more than 20 years and our names were already on DP4, so it should be automatically on DPS and DPT, except if that the voter registration officer deleted our names, and he did it, allegedly with purpose !!!! I will write about it in another post. This wasted my precious time on election day and changed my plan.

Pemilu gubernur putaran kedua, saya memulai pemantauan di TPS dekat rumah saya di Kedoya Selatan, kali ini saya memiliki hak suara. (Catatan: Petugas pendaftarannya ketakutan setelah tahu saya pemantau pemilu dan kenal banyak pihak di kepemiluan). Lalu, saya memantau di daerah sekitar. Saya memilih dua kelurahan yaitu Kedoya Selatan dan kedoya Utara. TPS terakhir yang saya pilih terletak di kompleks Sunrise Garden. TPS ini merupakan polling center karena dalam satu lokasi TPS tersebut terdapat sekaligus 6 TPS. 

On the second Round of Jakarta Gubernatorial Election, I started from my own poll station again. This time, my name and my family were on the list. (Note: the voter registration officer was afraid after he found out that I am election observer and I know many people in election field, his superior as well). I chose to observer poll stations that located in 2 sub districts, Kedoya Selatan and Kedoya Utara. The last polling stations or polling center I visited located in Sunrise Garden Complex. It was called Polling center because in that location there were 6 polling stations.   

Hal yang menarik lainnya adalah lokasi tersebut adalah lokasi keturunan orang Chinese. Hal ini menarik, bukan karena masalah SARA, ya, tetapi untuk melihat partisipasi masyarakat Chinese dalam pemilukada. Selama ini, masyarakat Chinese tidak atau kurang tertarik untuk mengikuti masalah politik, tetapi dalam pemilukada kali ini, terlihat gairah yang cukup tinggi untuk datang ke TPS dan memberikan suara. Sebagai pemantau pemilu, kita harus memperhatikan point ini ketika menentukan TPS yang akan dipantau. Kita memilih TPS dengan etnis, sosial politik, agama dan sebagainya yang berbeda. Sekali lagi, ini bukan masalah SARA, tapi keragaman dan ketidakberpihakan.

What interesting is that most inhabitants of that complex are Chinese. I don't talk about SARA (Suku (Ethinicity), Agama (Religion), Ras (Race) and Aliran (Faith)), but to see the participation of Chinese in this local election. 

Usually Chinese is not interested in politics, but this time they showed high enthusiasm. As an observer, we have to be aware and care about this point when we choose the polling station we will observe. It's better to choose poll stations with different ethnic, social politics, religions etc. We can have a whole picture and show our impartiality.      

Di Afghanistan, point pertama yang tim saya perhatikan adalah faktor keamanan. Pihak keamanan baik dari ISAF maupun keamanan lokal hanya mengizinkan kami bergerak di ibukota provinsi Baghlan saja yaitu Puli Khumri. Kedua, kami hanya bisa keluar dari Guest House kami setelah matahari terbit dan harus berada  kembali di Guest House tersebut sebelum matahari terbit. Karena Afghanistan tidak memiliki listrik untuk menerangi jalan raya. 

In Afghanistan, the first priority of my team was security. ISAF and local security allowed us to move only inside Puli Khumri, the capital. Secondly, we could go out  after the sun shone and should be in guest house before dark. Because Puli Khumri had not enough electricity for the streets.    

Jadi kami memilih dua TPS terdekat dari Guest House kami sebagai start point dan end point TPS yang kami pantau. Sisanya, adalah Polling Centre yang memiliki beberapa polling station (TPS) dan cukup menarik. Betul juga, karena setelah penutupan dan penghitungan suara selesai, kami bisa berjalan kaki karena cukup dekat dari Guest House kami, meski kami jalan tersaruk-saruk karena kondisi jalan yang tidak bagus dan tidak ada penerangan jalan. 

We chose 2 closest poll stations from our guest house as start point and end point. The rest were some poll centers. And that plan worked well, because after closing and counting, we just walked back to our guest house, though we walked  with dragging feet, because of street condition. But it's okay, we were safe back home.    

Di Thailand, saya ditempatkan di 4 provinsi di selatan Thailand yaitu Songkhla, Patthalung, Trang dan Satun. Saya merencanakan untuk memantau perbatasan di beberapa provinsi sehingga bisa memantau sekaligus beberapa provinsi. Tetapi distrik yang menarik untuk dipantau karena isu keamanan adalah 3 distrik di Songkhla yang berbatasan dengan provinsi Pattani. Lokasinya cukup jauh dari hotel kami di kota Hat Yai sekitar 1 jam. 

In Thailand, it was single team or just I myself was deployed in 4 provinces in southern Thailand: Songkhla, Patthalung, Trang and Satun. I would like to observe the border  of the provinces, so I could observe some provinces on E-Day. But, the interesting districts to observe were actually 3 districts 1 hour from our hotel in Hat Yai and bordered with Pattani. Pattani is known for insurgency in high level.         

Satun dan Trang cukup menarik untuk dipantau. Satun merupakan provinsi yang mbalelo dan nyleneh dari pola politik Thailand Selatan. Thailand selatan merupakan basis utama Partai Demokrat, tetapi Satun selalu tampil beda, karena mereka selalu menginginkan perubahan. Singkatnya, mereka adalah massa mengambang. 

Satun and Trang are also good to be observed. Satun is a 'naughty' province, because Satun always shows something different from other provinces in southern Thailand. Southern Thailand is stronghold of Democrat Party (Prachatiphat), but Satun people are swinging voters.      

Trang merupakan provinsi tempat Mr. Chuan Leck Pai, mantan PM Thailand dan sekarang penasehat Partai Demokrat. Patthalung tidak menarik untuk dipantau, karena adem-adem saja. Tetapi masalahnya, penterjemah saya berasal dari Patthalung, lokasi desanya di tengah provinsi pula, kalau di pinggir atau perbatasan dengan provinsi lain, saya bisa memantau provinsi lain pula. Sebagai pemantau pemilu internasional kita harus menghormati hak politik tim kita termasuk penterjemah, supir bahkan pengawal keamanan kita (jika ada). Tanyalah kepada mereka, jauh-jauh hari, di mana mereka akan memberikan suara. 

Trang is a province where Mr. Chuan Leck Pai, ex PM Thailand and now advisor of Democrat Party, live and grown up. Pathalung is just a quiet province. But my interpreter came from that province, and her village was in the middle. If her village was in border, I still could cover other part of border area. As international election observer, we have to respect the political rights of our member team such as interpreter, driver and security guards, if we have. Ask them, where they want to exercise their rights.

Jadi saya menyusun TPS yang akan dipantau sebagai berikut : TPS di distrik Chana, Nathawi dan Thepa di prov. Songkhla, lalu menyusuri Hat Yai (beda distrik), lalu ke Phatthalung (2 distrik). Ringkasnya, saya merencanakan memantau 2 provinsi dan beberapa distrik. 

So my plan was to visit and observe polling stations in 3 district of Songkhla: District Chana, Nathawi and Thepa. And then when I went through Hat Yai (different districts) and then to Patthalung (2 districts). In short, I observed 2 provinces (out of 4) and some districts.  

Di Sri Lanka, tim kami memantau beberapa TPS berdasarkan lokasi etnik. Jadi tim kami  memantau di daerah yang merupakan wilayah etnis Islam, yaitu Kattankuddy yang diisukan akan terjadi pelanggaran besar-besaran. Begitu sampai di sana, polisi sudah berjaga-jaga di hampir semua TPS, bahkan kami tidak bisa masuk. Lalu kami ke TPS dengan etnis campuran, lalu ke TPS dengan etnis Tamil Hindu. Cukup menarik, karena gairah dan atmosfir pemilih berbeda-beda di setiap TPS tersebut. 

In Sri Lanka, my team observed some poll stations according to the ethnic location. We went to Kattankudy, Islam population area, which rumors that would be big electoral frauds. When we arrived there, police officers were every where, even we could not enter poll station to observe. Then we went to area, where many ethnics live: Singhalese, Tamil and Islam.  Next we went to Hindu Tamil area. It is interesting to see because the enthusiasm and atmosphere are different each other.


No comments:

Post a Comment