Website counter

Thursday, May 31, 2012

Besaran Dapil

Isu yang paling krusial dan menentukan dalam sistem pemilu manapun, adalah besaran daerah pemilihan atau district magnitude.
Besaran daerah pemilihan menentukan jumlah kandidat yang akan duduk di parlemen mewakili  dari daerah pemilihan atau distrik tersebut. Bisa dikatakan bahwa daerah pemilihan merupakan ajang kompetisi yang paling nyata bagi partai apalagi kandidat.
Dalam sistem pemilu seperti FPTP, AV (Alternative Vote)  atau Two-Round System, besaran dapil hanya satu, artinya dari daerah pemilihan atau distrik itu hanya akan didapatkan satu pemenang saja. Pemenang itulah yang akan mewakili daerah pemilihan atau distrik tersebut di parlemen. Karena itu disebut dapil berwakil tunggal.

Pengumuman Tahapan Pemilukada Cianjur 2011 di depan gedung KPUD Cianjur
Dapil berwakil banyak adalah dapil yang memungkinkan beberapa orang mewakili daerah pemilihan atau distrik tersebut di parlemen. Dapil berwakil banyak digunakan dalam semua sistem Perwakilan Proporsional, beberapa sistem pemilu pluralitas/mayoritas seperti Block Vote dan PBV, dan sejumlah sistem lain seperti Limited Vote dan SNTV (Single Non Transferable Vote).
Daerah Pemilihan atau distrik yang besar, baik dalam jumlah kursi maupun ukuran geografis dapat menyebabkan hubungan antara kandidat yang terpilih dengan pemilihnya lemah. Pemilih tidak begitu dekat dengan wakilnya, kanidat terpilih juga tidak terlalu mengenalpemilihnya, karena luasnya wilayah yang harus dikunjungi saat reses sidang, misalnya.
Untuk dapil berwakil tunggal seperti dalam system pemilu FPTP yang digunakan oleh Thailand para Pemilu Parlemen 2011 lalu, ada baiknya juga, karena pemilih mengenal kandidat bahkan secara pribadi, sehingga ada ikatan batin di antara pemilih dan kandidat yang diusung partai.
Indonesia menggunakan sistem pemilu proporsional sehingga daerah pemilihannya berwakil banyak. Banyak pemilih yang kemudian kecewa karena wakil mereka yang sudah terpilih dan duduk di parlemen ‘melupakan’ mereka. Kandidat sendiri merasa kesulitan dalam ‘merawat’ dan ‘membina’ konstituennya, karena bisa saja diserobot oleh kandidat lain yang lebih telaten mengunjungi konstituen di wilayah tersebut.



Penulis adalah Kepala Departemen Hubungan Luar Negeri KIPP Indonesia (Komite Independen Pemantau Pemilu. Menjadi anggota KIPP sejak 1998 dan sejak 2009 telah memantau pemilu di beberapa negara di Asia.

No comments:

Post a Comment