Website counter

Wednesday, July 17, 2013

Mengecam Pemidanaan Aktivis ICW dan JPPR oleh Sejumlah Politisi

STOP KRIMINALISASI DEMOKRASI!
Mengecam Pemidanaan Aktivis ICW dan JPPR oleh Sejumlah Politisi

Demokrasi menjamin adanya kebebasan individu maupun kelompok untuk berpendapat.Di dalam sistem pemerintahan demokrasi, masyarakat atau publik memiliki hak dan kebebasan untuk berpendapat yang telah dijamin oleh hukum. Hal ini juga telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkanpikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan.”
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) adalah dua lembaga masyarakat sipil yang sejak lama berjuang untuk membela hak-hak masyarakat secara luas dan khususnya berkaitan dengan persoalan korupsi dan kepemiluan.Korupsi dan Pemilu dua hal yang saling beririsan karena banyak di antara kasus-kasus korupsi yang melibatkan sejumlah politisi berujung pangkal pada persoalan dana kampanye untuk pemilihan umum dan pada akhirnya mengakibatkan hubungan timbal-balik antara kelompok kepentingan tertentu dengan politisi yang berhasil menduduki suatu jabatan politik.
Pemilu yang jujur dan adil dapat terlihat dari terlaksana atau tidaknya 10 kategori utama yang salah satunya adalah adanya pendidikan kewarganegaraan dan informasi untuk pemilih.[i]Informasi yang seluas-luasnya mengenai calon-calon kandidat apapun yang akan maju dalam pemilihan umum adalah hak masyarakat untuk mengetahuinya sebelum melakukan pilihan terhadap siapapun yang akan dipilihnya untuk menjadi representasi politik rakyat dalam lembaga perwakilan rakyat yang ada. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari pendidikan pemilih yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada pemilih serta masyarakat dan publik secara luas mengenai para calon-calon legislatif yang akan maju mencalonkan diri kembali untuk dipilih oleh masyarakat.
ICW dan JPPR hanya mengumumkan kepada publik dalam rilis berjudul “36 Daftar Calon Sementara Anggota DPR RI yang Diragukan Komitmen Anti Korupsinya” mengenai sejumlah nama yang menurut penilaian mereka terlibat dalam sejumlah kasus korupsi dan dianggap kurang mendukung perjuangan memberantas korupsi di Indonesia sesuai dengan hasil analisis media, pemberitaan, serta kerja-kerja pemantauan yang telah mereka lakukan selama ini.
Dalam siaran pers yang dirilis oleh ICW dan JPPR tersebut hanya 36 nama yang diragukan komitmen mereka dalam mendukung gerakan antikorupsi yang selama ini tengah berjuang mati-matian melawan berbagai kasus korupsi dalam pemerintahan. Ada lima indikator penilaian yang digunakan, diantaranya adalah:
1.    Politisi yang namanya pernah disebut dalam keterangan saksi atau dakwaan JPU terlibat serta atau turut menerima sejumlah uang dalam sebuah kasus korupsi
2.    Politisi bekas terpidana kasus korupsi
3.    Politis yang pernah dijatuhi sanksi atau terbukti melanggar etika dalam pemeriksaan oleh Badan Kehormatan DPR
4.    Politisi yang mengeluarkan pernyataan di Media yang tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi
5.    Politisi yang mendukung upaya revisi UU KPK yang berpotensi memangkas dan melemahkan kewenangan lembaga tersebut
Penilaian yang dilakukan berdasarkan lima indikator tersebut yang sebenarnya adalah informasi publik yang sudah banyak tersebar luas di media sebelum adanya rilis tersebut. Apa yang dilakukan oleh ICW dan JPPR hanya mengingatkan kembali pada fakta-fakta yang telah ada jauh sebelumnya. Sederhananya, apa yang dilakukan ICW merupakan aktivitas ilmiah yang mestinya tidak dibantah dengan tindakan pemidanaan melainkan dengan bantahan dan argumentasi yang mampu membuktikan bahwa apa yang disampaikan oleh ICW dan JPPR tersebut adalah tidak benar adanya.
Upaya pemidanaan terhadap aktivis ICW dan JPPR merupakan preseden buruk dan ancaman terhadap partisipasi masyarakat sipil dalam mengawal pemilu dan proses demokratisasi di Indonesia. Ruang partisipasi yang dibuka oleh Konstitusi dan Undang-Undang dimaknai sebagai ancaman yang membahayakan bagi sejumlah orang, dan hal itu tidak boleh terus terbiarkan.
Dengan demikian Koaliasi Amankan Pemilu 2014 menyatakan sikap sebagai berikut:
1.    Mengecam pemidanaan pegiat ICW dan JPPR yang melakukan aktivitas demokrasi yang dijamin dan dilindungi Konstitusi dan Undang-Undang.
2.    Mendesak politisi yang melakukan pelaporan pidana untuk menempuh langkah-langkah yang tidak mengkriminalisasi demokrasi dengan membantah apa yang disampaikan ICW dan JPPR dengan data-data, informasi, dan argumentasi yang menyatakan sebaliknya.
3.    Meminta para politisi untuk lebih bijak dan terukur dalam menyikapi langkah masyarakat sipil dalam aktivitas kepemiluan dan demokrasi di Indonesia.
4.    Menghimbau masyarakat untuk tidak menurun semangat dalam mengkritisi para caleg karena ancaman kriminalisasi yang dilakukan sejumlah politisi.
5.    Menghimbau masyarakat untuk cermat dan cerdas dalam memilih calon anggota legislatif 2014 berdasarkan rekam jejak, kapasitas, dan integritas calon.

Jakarta, 17 Juli 2013
Koalisi Amankan Pemilu 2014: IPC, KIPP, KIPP Jakrta, FORMAPPI, JPPR, Yappika, PPUA Penca, Puskapol UI, Demos, ICW, PSHK, GPSP, Indonesia Budget Center (IBC) , Soegeng Sarjadi Syndicate, KRHN, Seknas FITRA, Transparansi Internasional Indonesia, Perludem
Contact Person:
Yurist Oloan (Formappi) +628129424877; Toto Sugiarto (SSS) +6281219190018; Sulastio (IPC) 0811193286; Jojo Rohi (KIPP) 081283888646; Yuda Irlang (GPSP) +6287885650819; Fajri Nursyamsi (PSHK) 0818100917; Titi Anggraini (Perludem) 0811822279






[i] 10 kategori utama yang memperlihatkan pemilu yang jujur dan adil antara lain: (1) sistem dan undang-undnag pemilu, (2) pembatasan konstituensi, (3) pengelolaan pemilu, (4) hak pilih, (5) pendaftaran pemilih, (6) pendidikan kewarganegaraan dan informasi untuk pemilih, (7) calon, partai dan organisasi politik, (8) kampanye pemilu, termasuk perlindungan dan penghormatan hak asasi masnusia, pertemuanpertemuan politik, serta akses dan liputan media, (9) pencoblosan, pemantauan, dan hasil pemilu, serta (10) penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa. (Lihat buku Guy S. Goodwin-Gill, Pemilu Jurdil: Pengalaman Standar Internasional (terj), Jakarta: Pirac & The Asia Foundation, 1999, hal. 34.

No comments:

Post a Comment