Website counter

Friday, August 3, 2012

Partisipasi Masyarakat dalam Pemantauan Pilkada DKI 2012 Putaran Kedua


Partisipasi Masyarakat dalam Pemantauan Pilkada DKI 2012 
Putaran Kedua

Oleh :Mulyana Wirakusumah
                 
1.   Partisipasi masyarakat dalam pemantauan pilkada pada dasarnya dapat terwujud sebagai partisipasi formal yang dijalankan melalui organisasi-organisasi pemantau pemilu yang memperoleh akreditasi dari KPUD, serta partisipasi ekstra formal yang merupakan kegiatan kelompok-kelompok masyarakat atau ormas/LSM di luar akreditasi KPUD memonitor proses-proses elektoral.

Evaluasi Pelaksanaan Pilgub DKI Jakarta 2012
Hotel Oasis Amir, Jakarta, Rabu, 1 Agustus 2012


2.   Partisipasi formal dalam pemantauan pilkada Jakarta putaran pertama telah dilaksanakan sejumlah organisasi pemantau termasuk KIPP Jakarta, sementara partisipasi ekstra formal pada umumnya berbentuk pernyataan publik dan pelaporan tentang penyimpangan atau pelanggaran dalam proses-proses elektoral, yang meliputi pula penyampaian kritik serta masukan kepada institusi penyelenggara pilkada.

3.   Selama tahap-tahap pelaksanaan pilkada Jakarta Putaran Pertama, kedua bentuk partisipasi tersebut di atas telah memberikan kontribusi politik signifikan dalam mengawal terselenggaranya pilkada yang efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

4.   Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua, Kamis 20 September 2012 jelas memerlukan pelaksanaan fungsi dan peran partisipasi formal serta ekstra formal dalam melakukan monitoring terhadap jalannya proses elektoral yang secara umum meliputi:

Pertama, pemenuhan hak politik rakyat untuk memilih, khususnya peningkatan partisipasi pemilih guna memperkuat legitimasi politik rakyat. Langkah  KPU Provinsi DKI Jakarta untuk terus menyempurnakan Daftar Pemilih Tetap Pilkada Jakarta 2012 Putaran Kedua harus didukung oleh segenap pemangku kepentingan pilkada.

Kedua, peningkatan kualitas partisipasi politik rakyat bukan hanya untuk menghasilkan terpilihnya calon Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta yang mempunyai basis legitimasi politik kuat, akan tetapi mampu juga berjalan melalui proses politik rasional dan bertanggung jawab terhadap masa depan demokrasi.
Kelemahan hukum yang hanya mengatur sanksi terhadap pelanggaran larangan dalam kampanye, misalnya menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon kepala daerah/Wakil Kepala Daerah dan/atau parpol tidak dapat dijadikan alasan bebasnya sikap dan tindakan itu dari jerat hukum pidana. Penegak hukum dapat menggunakan pasal-pasal KUHP mengenai penghinaan atau fitnah (310-311 KUHP) atau kejahatan terhadap ketertiban umum.

Ketiga, peningkatan kinerja jajaran penyelenggara dan pengawas pilkada dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan UU no. 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu.
Secara khusus perlu dimonitor kemungkinan terjadinya ‚electoral fraud‘ yakni adanya perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak berharga atau menyebabkan pasangan calon tertentu mendapat tambahan suara atau perlehan suaranya berkurang.

Keempat, monitoring pilkada juga harus meliputi proses persidangan (PHPU) di Mahkamah Konstitusi, mengingat kemungkinan besar diajukannya keberatan atas hasil-hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi.

No comments:

Post a Comment