"Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara, kecuali dengan alasan, bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp 6.000.000 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp 12.000.000 (dua belas juta rupiah). - Pasal 292 UU no.10/2008 tentang Pemilu Legislatif.
Dalam Pemilu baik Pileg, Pilpres atau pemilukadan makin banyak orang tidak memberikan hak pilihnya. Alasannya bisa bermacam-macam. Bisa bersifat idologis, tidak tahu harus memilih siapa, atau alasan lain. Apalagi saat ini, ikut pemilu tidak menjadi kewajiban sebagaimana di masa rezim Orde Baru.
Sungguh suatu fenomena yang disayangkan. Padahal tujuan reformasi adalah untuk membentuk pemerintahan atas dasar pilihan rakyat. Dan ada alasan yang sebenarnya bisa berakibat pidana, seperti majikan atau atasan yang melarang bawahannya untuk ikut memberikan suara.
Penjaga toko biasanya adalah karyawan yang paling sering mendapat halangan untuk pergi ke TPS. Padahal sebenarnya mereka bisa memilih sebelum mereka berangkat kerja. Atau dekat tempat kerja mereka, karena biasanya tempat kerja mereka tidak jauh dari toko yang mereka jaga.
Demikian juga dengan karyawan pabrik, mereka bisa memilih sebelum berangkat kerja tau di TPS dekat pabrik mereka. Karyawan juga hendaknya langsung kembali ke tempat tugas dan bekerja seperti semula, sehingga memberikan suara tidak terlalu mempengaruhi pekerjaan.
Bagi karyawan yang dilarang oleh atasannya, berhak menanyakan alasan pelarangan, karena ada jaminan UU.
Para majikan juga hendaknya tidak menghalang-halangi karyawannya, karena sebagai warga negara, mereka juga memiliki hak politik.
No comments:
Post a Comment