Adalah mustahil mengingkari amanat konstitusi bahwa kemerdekaan
berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat merupakan hak azasi manusia yang
dilindungi undang-undang.
Namun menjadi persoalan besar ketika hak azasi itu dipakai oleh Front
Pembela Islam (FPI) untuk menekan hak azasi pihak lain, bahkan dalam jumlah yang mayoritas juga
berkeinginan untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat, bebas
menganut agama serta beribadah sesuai ajaran agama dan kepercayaannya
masing-masing.
FPI dicegah oleh kepolisian. Foto sepenuhnya milik www.change.org. FPI in action. Picture courtessy of www.change.org |
Sejak pertama beridri awal reformasi, rakyat menyaksikan dan media
mencatat, FPI telah ratusan kali mengganggu keamanan / ketertiban,
menyebarluaskan permusuhan dan kebencian antar suku, agama, ras, gender dan
antar golongan bahkan perorangan.
“FPI punya Laskar Pembela Islam (LPI), sayap paramiliter yang bertugas
melakukan aksi-aksi kekerasan FPI dan itu diketahui Pemerintah/Kepolisian”.
Meresahkannya perilaku FPI sudah berulangkali melahirkan tuntutan
masyarakat agar Pemerintah membubarkan Ormas ini. Namun disinilah letak
masalahnya. Negara/Polisi, termasuk Presiden seolah tidak punya wibawa
menghadapi FPI. Seolah tidak punya kemauan membubarkannya, sampai-sampai kita
merasa ada unsur kesengajaan atau pembiaran.
Berikut 3 (tiga) contoh dari ratusan perilaku FPI yang menunjukkan Ormas
ini terang-terangan menghina negara.
1. Saat Pembuatan Film Lastri di Solo (2008), FPI menginjak-injak izin
Produksi yang dikeluarkan Mabes Polri, dilakukan di depan mata para anggota
Polri, namun Polisi diam.
2. FPI mengancam akan bikin rusuh apabila Konser
Lady Gaga digelar, Juni 2012, Polisi diam. Padahal Ancaman/terror adalah tindak
pidana. Mana mungkin hal sesederhana itu tidak dipahami Polri.
3. FPI mengancam akan menggagalkan Natal di
Semarang, Desember 2012, Polri menghadapinya dengan mengerahkan pasukan, yang
pasti menelan biaya mahal dan tetap meresahkan. Padahal ancaman FPI sudah jelas
adalah pelanggaran Hukum.
Presiden SBY sendiri dua kali mengeluarkan
pendapat mengenai ormas brutal.
Pertama, pada
perayaan hari Pers Nasional di Kupang NTT, 2011. Meski tak menyebut nama
organisasi, Presiden memerintahkan agar organisasi massa yang menciptakan
keresahan ditindak tegas, jika perlu dibubarkan. Sayang, Presiden hanya
berhenti di pernyataan. Tidak diikuti dengan pengawasan, apakah perintah dalam
pernyataannya dipatuhi aparatnya. Padahal tahun 2011, Mabes Polri mencatat, FPI
melakukan aksi kekerasan dan pelanggaran hukum sebanyak 29 kali dari total
seluruhnya 51 kali pelanggaran yang dilakukan seluruh ormas di Indonesia.
Kedua, dilontarkan
saat jumpa pers di Istana Negara, 13 Maret 2012. Presiden menyatakan ormas yang
dianggap paling sering melakukan aksi kekerasan adalah Front Pembela Islam
(FPI). Celakanya, Presiden hanya meminta FPI melakukan instrospeksi diri
padahal introspersi diri adalah selemah-lemahnya gagasan dalam mengatasi kelompok
sebrutal dan sesemena-mena FPI. Sialnya lagi, Presiden hanya meminta FPI
melakukan introspeksi diri, tanpa meminta Pemerintah, dalam hal ini Kepolisian
untuk melakukan introspeksi diri.
Karena perubahan tidak akan turun begitu saja dari langit kecuali rakyat
bangkit merebutnya, maka masyarakat Indonesia seharusnya menuntut dengan tegas
pembubaran Front Pembela Islam (FPI).
"Membiarkan brutalitas FPI sama artinya dengan menghancurkan
ke-Indonesia-an, dan menghilangkan nilai-nilai keadaban yang terangkum dalam
empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan
Bhinneka Tunggal Ika."
Secara yuridis pembubaran ormas brutal dimungkinkan dengan UU No 8/1985
tentang Ormas dan PP No 18/1986. Alternatif lain, dapat ditempuh melalui jalur
pertanggungjawaban pidana korporasi. Korporasi, termasuk Ormas, sebagai suatu
sistem harus dapat dipertanggungjawabkan fungsi sosialnya. Cara lain, seperti
pernah dilontarkan ketua MK, Mahfud MD, pembubaran FPI tidak
membutuhkan pengadilan. Cukup aparat kepolisian menyatakan aktivitas FPI
dihentikan. Cara ini lebih efektif karena efisien dalam proses, terutama karena
FPI tidak pernah terdaftar berbadan hukum formal. Ratusan tindakan
brutal FPI selama ini bisa dijadikan dasar untuk meminta FPI menghentikan
aktivitasnya.
Beranjak dari pemikiran-pemikiran di atas, Ratna Sarumpaet
Crisis Center melayangkan petisi ini pada seluruh rakyat / warga Negara
Indonesia yang menghendaki pembubaran FPI, agar menandatanganininya untuk
kemudian dilayangkan kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, c.q Kapolri, "Agar
segera membubarkan Front Pembela Islam (FPI) serta membebukakan
aktivitas-aktivitas kriminalnya."
Kepada Bapak Presiden SBY dan jajarannya kami ingin mengingatkan agar tidak
ragu. Seluruh rakyat menghendaki bangsa ini memiliki kehidupan yang
wajar, memiliki hubungan antar masyarakat yang harmonis, saling menghormati dan
damai, dan untuk kepentingan itu seluruh rakyat ada di belakang Bapak dan
jajaran Bapak.
Demikianlah petisi ini kami buat, dengan memohon pada Allah SWT
agar melindungi bangsa ini untuk selamanya, amien.
Ratna Sarumpaet
Klik Petisi di
sini
No comments:
Post a Comment