Website counter

Saturday, September 5, 2015

Antara orang yang baru belajar dan yang sudah mempraktekkannya

Saya diprotes keras oleh penterjemah saya ketika meminta dia untuk menghubungi kandidat dari partai Pheu Thai sewaktu memantau pemilu parlemen Thailand Juni-Juli 2011 beberapa tahun lalu. 
T: Kenapa menghubungi kandidat dan partai?
P: Ya, karena kita perlu mewawancarai kandidat dan partai.
T: Tapi kita kan harus netral.
Setelah sejumlah argumen lainnya dari dia, saya kemudian menyadari, bahwa dia salah interpretasi mengenai apa yang disebut sebagai netral dalam pemantauan pemilu
P: Kita mewawancarai mereka untuk mencari informasi tentang diri mereka dan kegiatan mereka terkait pemilu ini. Mewawancarai bukan artinya kita berpihak pada partai tersebut. Selain kandidat dari partai Pheu Thai, kita juga akan dan harus mewawancarai kandidat dari partai Phak Prachathipat (Partai Demokrat Bhumjaithai, Phalang Chon dan seterusnya. Agar informasi yang kita dapatkan seimbang. Kalau kita hanya mewawancarai kandidat dari partai Pheu Thai saja di Area of Responsibility kita di 4 provinsi di Thailand selatan, nah, itu baru namanya berpihak alias tidak netral.


Rupanya dia tidak terima dengan penjelasan saya.
T: I will call Bangkok. 
Saya murka mendengarnya. Saya adalah pemimpin tim dan perintah saya diabaikan oleh anak buah saya. Tapi saya biarkan, karena saya tahu dia ditraining selama satu hari untuk menjadi penterjemah kami dan dia berpikir bahwa saya sebagai pemantau pemilu internasional juga ditraining selama satu hari sama seperti dia, jadi saya tidak paham makna "pemantau pemilu harus netral". Hal ini ternyata terbukti beberapa hari kemudian. Dia bercerita persis seperti dugaan saya. Hai Nona, saya sudah menjadi pemantau pemilu sejak tahun 1999, dan mungkin saat itu kamu masih bermain boneka.


*****

Mendengar penjelasan Fadli Zon mengenai kehadirannya dalam konferensi pers Donald Trump, membuat saya teringat akan kisah saya di atas. Antara orang yang baru belajar dan yang sudah lama mempraktekkannya.

Fadli Zon adalah kawan lama saya di ISAFIS sejak tahun 1992 yang anggota-anggotanya selalu mengedepankan networking dan diplomasi di mana, siapa saja dan kapan saja. Dan sebagai kelompok kajian internasional, hadir di publik internasional memiliki nilai tersendiri, khususnya mempromosikan Indonesia. Fadli jelas paham akan tindakannya karena sudah melakukannya sejak lama dan mendapatkan manfaat dari networking dan diplomasinya tersebut. Networking Fadli luar biasa luas bahkan pada saat itu, dan saya pun ikut kecepretan sampai sekarang, baik ilmu maupun rekanan networkingnya.
Yang tidak paham akan nilai dan bagaimana networking dan diplomasi internasional atau baru belajar yang justru kebakaran jenggot. Sayangnya, yang tidak paham jauh lebih banyak daripada yang paham. Konyolnya, pakai bawa-bawa nasionalisme segala. 
Kode etik DPR? Anggota DPR memiliki satu fungsi baru yaitu agen diplomasi sesuai dengan UU MD3. Dan para anggota DPR itu hadir dalam konferensi pers, bukan kampanye presiden. 
Mendukung Donald Trump? Ha ha ha, siapa elu..... DT orang kuat di negaranya, dan gak perlu endorsement dari negara lain termasuk Indonesia. Anda pikir orang Amerika sebodoh itu? Kalau anda gak paham, bukan artinya semua orang gak paham seperti anda. 
Argumen konyol. Seperti argumen penterjemah saya yang dapat training satu hari dan menganggap kalau saya pun ditraining satu hari juga. Jadi sama gak pahamnya dengan dia.

No comments:

Post a Comment