Partisipasi Masyarakat dalam Pemantauan Pilkada
DKI 2012
Putaran Kedua
Oleh :Mulyana Wirakusumah
1.
Partisipasi
masyarakat dalam pemantauan pilkada pada dasarnya dapat terwujud sebagai partisipasi
formal yang dijalankan melalui organisasi-organisasi pemantau pemilu yang memperoleh
akreditasi dari KPUD, serta partisipasi ekstra formal yang merupakan kegiatan
kelompok-kelompok masyarakat atau ormas/LSM di luar akreditasi KPUD memonitor
proses-proses elektoral.
Evaluasi Pelaksanaan Pilgub DKI Jakarta 2012 Hotel Oasis Amir, Jakarta, Rabu, 1 Agustus 2012 |
2.
Partisipasi
formal dalam pemantauan pilkada Jakarta putaran pertama telah dilaksanakan
sejumlah organisasi pemantau termasuk KIPP Jakarta, sementara partisipasi
ekstra formal pada umumnya berbentuk pernyataan publik dan pelaporan tentang
penyimpangan atau pelanggaran dalam proses-proses elektoral, yang meliputi pula
penyampaian kritik serta masukan kepada institusi penyelenggara pilkada.
3.
Selama
tahap-tahap pelaksanaan pilkada Jakarta Putaran Pertama, kedua bentuk
partisipasi tersebut di atas telah memberikan kontribusi politik signifikan
dalam mengawal terselenggaranya pilkada yang efektif dan efisien berdasarkan
asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
4.
Pilkada
DKI Jakarta Putaran Kedua, Kamis 20 September 2012 jelas memerlukan pelaksanaan
fungsi dan peran partisipasi formal serta ekstra formal dalam melakukan
monitoring terhadap jalannya proses elektoral yang secara umum meliputi:
Pertama, pemenuhan hak politik rakyat untuk memilih, khususnya peningkatan
partisipasi pemilih guna memperkuat legitimasi politik rakyat. Langkah KPU Provinsi DKI Jakarta untuk terus
menyempurnakan Daftar Pemilih Tetap Pilkada Jakarta 2012 Putaran Kedua harus
didukung oleh segenap pemangku kepentingan pilkada.
Kedua, peningkatan kualitas partisipasi politik rakyat bukan hanya untuk
menghasilkan terpilihnya calon Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta
yang mempunyai basis legitimasi politik kuat, akan tetapi mampu juga berjalan
melalui proses politik rasional dan bertanggung jawab terhadap masa depan
demokrasi.
Kelemahan hukum
yang hanya mengatur sanksi terhadap pelanggaran larangan dalam kampanye,
misalnya menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon kepala
daerah/Wakil Kepala Daerah dan/atau parpol tidak dapat dijadikan alasan
bebasnya sikap dan tindakan itu dari jerat hukum pidana. Penegak hukum dapat
menggunakan pasal-pasal KUHP mengenai penghinaan atau fitnah (310-311 KUHP)
atau kejahatan terhadap ketertiban umum.
Ketiga, peningkatan kinerja jajaran penyelenggara dan pengawas pilkada dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan UU no. 15/2011 tentang
Penyelenggara Pemilu.
Secara
khusus perlu dimonitor kemungkinan terjadinya ‚electoral fraud‘ yakni adanya
perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak berharga atau
menyebabkan pasangan calon tertentu mendapat tambahan suara atau perlehan
suaranya berkurang.
Keempat, monitoring pilkada juga harus meliputi proses persidangan (PHPU) di
Mahkamah Konstitusi, mengingat kemungkinan besar diajukannya keberatan atas hasil-hasil
pilkada ke Mahkamah Konstitusi.
No comments:
Post a Comment