Setelah sembilan bulan masa kampanye yang sangat melelahkan, para caleg
dihadapkan pada penantian hasil pemilu yang menegangkan.
Hasil
pemilu legislastif akan merupakan hasil akhir atas taruhan yang telah banyak
dikeluarkan selama ini baik pikiran, fisik, harta bahkan keluarga.
Berbagai pihak akan menuai hasil selama kerja keras selama ini.
Berbagai pihak akan menuai hasil selama kerja keras selama ini.
Sebagian
kecil para caleg akan berhasil, tetapi sebagian besar akan gagal. Bila gagal
pada sebagian individu yang tidak resisten akan beresiko mengalami gangguan
keseimbangan dalam fisik dan mentalnya.
Maka
sangatlah wajar bila sebagian besar rumah sakit jiwa di Indonesia telah
mempersiapkan kejadian gangguan jiwa paska pemilu ini. Sebanyak 11.215 orang
memperebutkan 560 kursi DPR dan 1.109 orang bersaing mendapatkan 132 kursi
Dewan Perwakilan Daerah.
Sehingga,
sekitar 112 ribu orang bertarung untuk mendapat 1.998 kursi di DPRD provinsi
dan 1,5 juta orang bersaing merebut 15.750 kursi DPRD kabupaten/kota.
Total
caleg 1.624.324 orang dan total kursi yang diperebutkan 18.440 kursi. Sebagian
besar dari total caleg 1.627.342 orang tersebut, sudah dapat dipastikan bahwa
1.605.884 orang bakal gagal memperebutkan anggota legislatif. Sehingga jumlah
manusia sebanyak itu sebagian beresiko terjadi gangguan jiwa.
Faktor
resiko perhelatan pemilu bukanlah merupakan hajatan yang ringan. Seorang caleg
untuk bisa terpilih harus menjalani berbagai tahapan yang membutuhkan
pengorbanan besar baik fisik, materi dan kehidupan sosialnya.
Gemerlap
seorang legislatif dapat menimbulkan berbagai harapan dan keinginan yang besar
bagi semua orang. Harapan berupa status sosial, status ekonomi, idealisme, atau
berbagai harapan besar lainnya tersebut kadang dapat membuat seseorang berani
mempertaruhkan segalanya demi mencapai tujuan.
Seorang
caleg saja bisa menghabiskan ratusan juta rupiah bahkan miliaran rupiah. Mereka
tidak segan menghamburkan uang untuk memasang iklan televisi, poster, spanduk,
baliho, dan foto di pinggir jalan. Juga untuk keperluan mencetak kaos, stiker,
kalender yang dibubuhi tampang mereka.
Tak
sedikit rupiah dibelanjakan sembako untuk dibagi-bagikan ke masyarakat. Sudah
bukan rahasia lagi secara diam-diam politik uang atau membagi-bagikan “amplop”
pada kaum pemilih.
Kebutuhan
dana yang sangat besar besar itu tak jarang sebagian caleg harus berkorban
harta dan harga dirinya dengan menjual seluruh hartanya, berhutang bahkan
meminta pada siapapun.
Dengan
harapan yang begitu besar dan pengorbanan yang habis-habisan maka bila terjadi
kegagalan akan dapat menimbulkan guncangan psikis yang tak kalah besar.
Bahkan
seorang calon Bupati di Jawa Timur, beberapa waktu yang lalu mengalami gangguan
jiwa karena kalah dalam pilkada tampaknya bukan isapan jempol belaka.
Dikabarkan
sang calon bupati tersebut telah menghabiskan sekitar 3 miliar rupiah untuk
mengejar jabatan bupati. Akhirnya seluruh hartanya ludes, utangnya menggunung,
bisnisnya hancur, dan bercerai dengan istri.
Gangguan
jiwa mencakup berbagai keadaan gangguan fungsi mental dan perilaku seseorang
seperti psikosis fungsional termasuk skizofrenia, gangguan mood, efek gangguan
waham dan sebagainya.
Demikian
banyaknya jenis gangguan jiwa dan beragam manusia berbeda akibat reaksi secara
holistik baik fisik, psikis dan sosial. Sehingga penyebab gangguan jiwa adalah
multifaktorial atau multidimensional. Bahkan hingga saat ini belum ada
kesepahaman definisi tentang gangguan jiwa.
Seseorang
dikatakan mengalami gangguan jiwa bila terdapat gangguan pada unsur psikis
berupa pikiran, perasaan, perilaku, dan dapat disertai gangguan fisik dan
sosial. Penyebab gangguan jiwa biasanya tidak tunggal tetapi multiple. Berbagai
beberapa penyebab baik fisik, psikis dan sosial sekaligus sebagai penyebab yang
saling mempengaruhi.
Sehingga
dalam membuat diagnosa biasanya dibuat diagnosa multiaksial
(multifaktorial/multidimensional) seperti yang digunakan pada Pedoman
Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa ( PPDGJ ) yang mengacu kepada The Diagnosis
And Statistical Manual of Mental Disorder ( DSM ).
Tanda
dan gejala gangguan jiwa sangat bervariasi tergantung jenis gangguan jiwa yang
terjadi. Secara umum biasanya beberapa gejala yang muncul bersamaan, gejala itu
membuat dirinya lain daripada sebelumnya atau bertahan sampai jangka waktu yang
cukup lama dan muncul terus-menerus.
Berbagai
penyakit jiwa juga dapat dikenali melalui tanda dan gejala fisik, psikis dan
sosial. Banyak sekali gejala kejiwaan seperti sedih, marah, cemas yang langsung
dapat mempengaruhi kondisi fisik orang yang bersangkutan.
Manifestasi
ini yang seringkali disebut sebagai psikosomatis atau reaksi psikofisiologi,
yaitu gangguan jiwa yang dapat menimbulkan manifestasi pada gangguan tubuh.
Penyakit-penyakit
yang biasanya dapat terpicu oleh reaksi psikosomatis. antara lain: sakit
kepala, insomnia, gangguan saluran cerna, diare atau asma. Gejala yang mungkin
timbul adalah sakit kepala, nyeri perut, mual, muntah, sulit makan, diare,
batuk, atau sesak.
Bila
dikaitkan dengan psikosomatis, biasanya gejalanya berlangsung lama atau lebih
dari 2 minggu hilang timbul. Sedangkan gejala psikis yang bisa timbul adalah
persepsi yang kacau, pemikiran yang menyimpang dan kacau, ekpresi dari emosi
yang keliru, depresi macam-macam pengekspresian emosi, reaksi emosi yang tidak
tepat, activitas motorik yang tidak normal, atau aktivitas yang tidak
terkendalikan.
Selain
itu terdapat gejala dan tanda tanda lain yang dapat terjadi pada penderita
gangguan jiwa. Tanda-tanda
lain tersebut sering kali dapat diketemukan dalam kehidupan sehari-hari dari
orang-orang yang normal. Diantaranya adalah disorientasi; dimana seorang bisa
tidak tahu di mana ia berada, siapa dirinya, hari apa sekarang.
Tanda
lain adalah menarik diri dari pertemuan-pertemuan dengan orang-orang lain,
kecurigaan dan kepekaan yang berlebih-lebihan, rangsangan dan kebutuhan seksuil
yang tidak normal atau lekanak-kanakan Tanda dan gejala gangguan sosial juga
dapat menyertai gangguan jiwa.
Biasanya
yang disebut abnormal oleh karena ia menunjukkan tingkah laku, sikap, cara
berpikir, yang tidak cocok dengan standar normal masyarakat atau lingkungan di
mana ia hidup.
Manusia
adalah makhluk sosial, karena itu ia mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial dan
ingin menjadi bagian integral dari lingkungannya. Karena itu normal jika ia
selalu cenderung untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Baru
bisa mengenali adanya gejala abnormal, jikalau orang yang bersangkutan secara
tidak sadar bertingkah laku yang tidak sesuai dengan standar normal masyarakat,
yang secara integral ia sendiri menjadi bagian di dalamnya.
Gejala-gejala
penyakit jiwa dapat pula mengekspresikan diri secara spiritual, misalnya
gagasan perasaan berdosa yang tidak terampunkan, fanatisme tinggi atau malah
sebaliknya keragu-raguan yang terus-menerus.
Untuk
mencegah terjadinya gangguan jiwa paska pemilu sebaiknya para caleg harus
pasrah berserah diri pada Tuhan. Siap menang berarti harus siap untuk kalah.
Siap kalah berarti harus menyiapkan mental dan jiwa menjadi lebih tegar.
Harapan
yang demikian tinggi untuk meraih selebritas seorang caleg dengan pesona status
sosial, status ekonomi hanyalah tertunda. Pengorbanan yang sangat besar baik
harta dan harga diri tidak sia-sia setidaknya dapat dijadikan pelajaran bagi
hidup ini.
Untuk
mendapat status sosial yang tinggi, untuk mendapat status ekonomi yang besar
dan untuk memperjuangkan idealisme tidak harus menjadi anggota legislatif.
Banyak
cara dan tempat yang tidak kalah mulia dibandingkan seorang legislatif untuk
mendapatkan itu semua.(wido25@hotmail.com)
http://ureport.news.viva.co.id/news/read/47719-gangguan_jiwa_paska_pemilu
No comments:
Post a Comment