Anas Urbaningrum, Anis Baswedan, Fadli Zon dan Helmi Adam adalah 4 serangkai tokoh mahasiswa di tahun 90-an yang saya kenal secara pribadi (meski sekarang mereka ingat saya, hanya kalau saya menyebutkan organisasi saya yang dulu, ISAFIS, karena saya nya bermetamorfosis juga sih). Kecuali Helmi Adam karena sama-sama di IKIP. Keman-mana mereka sering terlihat bersama, dan saya suka nebeng nama mereka supaya bisa ikutan diundang orang untuk seminar dll, ha ha ha.
Keempat teman ini kemudian meniti karier, ketenaran dan ketokohan melalui jalur masing-masing. Anis dalam dunia kependidikan, Fadli dalam bisnis dan kepartaian, dan Helmi dalam bisnis sinetron dan kepartaian. Namun, dari keempat orang ini, hanya Anas yang paling sering diserang tokoh kuat lainnya di republik ini.
Tahun 2004, komisioner KPU nyaris semuanya akan terkena kasus hukum. Administrasi kepemiluan berjalan baik, tetapi para tokoh yang biasa berfikir tentang demokrasi dipaksa untuk berhadapan dengan administrasi keuangan dan seluk beluk tender.
Yang paling diingat publik adalah kasus salah satu tokoh dari sebuah LSM pemantau pemilu yang duduk sebagai komisioner KPU. Anas selamat karena "lari" ke Partai Demokrat dan menjadi ketuanya. Asumsi saya, kalau tidak lari ke PD, Anas pun akan tersandung atau dibenturkan dengan kasus hukum, sebagaimana tokoh dari LSM tersebut. Komisioner KPU lainnya 'diselamatkan' dari pencorengan nama dan pribadi (character assasination) sehingga segera ditarik oleh institusi pembawanya masing-masing.
Tahun 2012 dan 2013 ini, Anas dibenturkan lagi dengan kasus hukum. Kalau peristiwa KPU 2004 begitu samar, orang hanya menebak-nebak saja, tetapi peristiwa kali ini begitu telanjang di depan publik, siapa yang bermain dalam kasus ini.
Terlepas dari bersalah atau terlibatnya Anas dalam kasus korupsi, saya hanya berefleksi, "beginilah cara bermain politik di Indonesia: Cara mudah menjatuhkan orang adalah dengan tuduhan korupsi." Padahal bisa saja ada agenda lain di balik tuduhan tersebut. Dan masyarakat yang sedang geram dengan korupsi pun dengan mudah digiring ke opini tersebut.
Saya tahu sesaknya jika kita berada dalam situasi tersebut, karena saya pernah berada di sana. Bahkan ketika tidak sedang memegang uang organisasi saja dan tidak punya kewenangan memutuskan keluar masuknya uang, saya tetap mendapat tuduhan seperti itu dan bahkan dilaporkan ke tim seleksi sebuah lembaga nasional di mana saya pernah mendaftar. Character Assasination semacam ini mudah-mudahan tidakmenjadi karakter bangsa ini.
Satu lagi, Anas mungkin salah mencari suheng atau bohir.
No comments:
Post a Comment