Di negara yang tingkat demokrasinya belum sepenuhnya dijalankan, maka
pemilu masih merupakan sesuatu yang sakral sehingga tidak boleh disentuh
apalagi dipantau oleh rakyatnya.
Pengalaman Indonesia, Filipina, Sri Lanka, dan beberapa negara
lainnya telah mengajarkan, bahwa pemilihan umum yang
dibiarkan berjalan tanpa dipantau dan diawasi masyarakat secara langsungberarti menghilangkan
esensi dan makna Pemilu itu sendiri.
Kehendak rakyat
yang dinyatakan lewat pemberian suara, dengan mudah dapat dimanipulasi dan
diputarbalikkan untuk kemenangan suatu partai. Partai yang seharusnya menang
menjadi kalah dan partai yang tidak dikehendaki rakyat justru memenangkan
pemilu dan memerintah.
Bisa jadi masyarakat tidak peduli, tidak mau tahu atau tidak mau
terlibat dengan pemilu, bisa jadi karena tekanan dari pemerintah yang
dituangkan dalam berbagai peraturan dan larangan mengenai hal ini dan hal itu
yang tujuannya adalah mengkerangkeng partisipasi masyarakat dalam pemilu selain
memberikan suara pada hari pemungutan suara.
Padahal
partisipasi politik masyarakat di dalam dan melalui pemilu bukan sekedar
memberikan suara saja, tetapi bisa lebih dalam dan lebih jauh dari itu. Partisipasi aktif masyarakat secara luas dapat menjamin pemilu berlangsung jujur, adil, langsung, umum, bebas, rahasia
dan setara.
Program voter
education atau pendidikan pemilih merupakan salah satu program yang paling
dikenal sebagai cara yang efektif dan umum untuk memperkenalkan pemilu kepada
pemilih. Namun, dalam masyarakat yang masih dalam keadaan tidak atau kurang
memiliki ekspresi atau minat terhadap pemilu, maka dalam hal ini, organisasi
pemantau pemilu atau LSM yang memiliki concern atau kepedulian terhadap
pemilihan umum perlu membuat program voter awareness atau program membangkitkan
kesadaran sebagai pemilih.
Ibu-ibu majelis taklim sedang mengikuti pendidikan politik di tahun 1999. Foto adalah milik KIPP Indonesia |
Kontak-kontak atau grup target sasaran yang akan
diberikan program voter awareness diundang secara khusus dalam sebuah
pertemuan. Dalam pertemuan tersebut dilakukan diskusi yang berisikan misi dan
visi organisasi atau LSM dalam kerja pemantauan yang meliputi: Memberikan
pemahaman terhadap tujuan pemantauan dan mengapa pemilu perlu dipantau. Lalu Memperkenalkan
konsep kerja pemantauan seperti rencana-rencana kegiatan, baik bentuk, isi dan
jadwal kegiatan. Memberikan
penjelasan atas alasan perlunya relawan dan perannya dalam pencapaian tujuan
pemantauan
Dalam kondisi-kondisi tertentu yang berkaitan dengan kondisi suatu
kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan waktu, dapat pula dilakukan
secara informal, bisa jadi di lokasi kelompok masyarakat tersebut.
Misalnya untuk kelompok masyarakat bermata pencaharian sebagai supir
angkutan, diskusi dapat dilakukan di mana mereka memiliki waktu luang seperti
di terminal, pangkalan dan tempat lainya. Begitu pula untuk kelompok masyarakat
lainnya, sehingga diskusi lebih terasa sebagai tukar pendapat/pengalaman yang
dapat mendorong kelompok-kelompok masyarakat yang ditargetkan menjadi relawan
dapat tercapai. Hal yang
terpenting adalah diskusi/penjelasan harus dilakukan dengan jujur tanpa
memberikan harapan atas imbalan tertentu.
No comments:
Post a Comment