Ide awal SIPOL (Sistem Informasi Partai Politik) sebenarnya baik, tapi infra strukturnya termasuk software dan human resourcesnya belum baik. Jadinya hasilnya gak baik atau belum baik. SIPOL harus diuji coba dulu berkali-kali, supaya beres dan bisa diterima umum.
Terkait IT atau yang serba pakai komputer, sudah ada yang mengusulkan e-voting di Indonesia. Alamak, SIPOL aja tidak beres, penghitungan suara pemilu lalu tidak beres, DPT aja masih jauh dari beres, mau tambah masalah lagi dengan e-voting. Saya tidak anti e-voting, tetapi dua puluh tahun lagi deh bicara e-voting di Indonesia.
Saya kira, langkah KPU sudah bagus idan bijak dengan memutus kerja sama dengan IFES dalam pengadaan SIPOL ini, win-win solution tanpa perlu ada yang kehilangan muka. Kalau kasus yang terdahulu mau dibuka, yuk, seret komisioner KPU lama untuk buka-bukaan soal mesin IT penghitungan suara. Mesin tabulasi sebesar lemari, juga "katanya" entah di mana.
Lagipula Indonesia ribet amat ya, menghitung suara saja mesti khusus memakai dan membeli alat dari Amerika. Waktu penghitungannya juga lama. Tempat menghitungnya mesti menyewa hotel Borobudur. Menjadikan biaya semakin membengkak.
Pada pemilu parlemen Thailand 2011, Thailand cuma memakai Excel, Fax dan Handy Talkie! Tidak sampai dua minggu, penghitungan suara nasional sudah keluar dan tidak ada protes. Yang penting niatnya lurus, supaya pemilu berjalan lancar dan bersih. Apakah di Indonesia begitu penuh dengan orang tidak beres?
Gagap teknologi
Orang Indonesia masih gatek (gagap teknologi) sekaligus gegar budaya. Meski banyak orang membawa ke sana kemari 2-3 smartphone, cuma untuk BBM (BlackBerry Messenger), karena murah meriah, SMS, menelpon atau Facebook dan men-tweet. Buka email jarang, bahkan banyak yang lupa nama email apalagi passwordnya. Jadi cuma bisa FB-an di HP saja.
Blackberry bukan barang mewah lagi. Satpam hotel saja memiliki Blackberry. Tukang sayur keliling depan rumah demikian juga. Fungsi yang digunakan baik kalangan menengah yang kerja kantoran maupun Satpam dan tukang sayur ini ternyata sama saja. Anak balita di Jakarta menenteng Ipad, (serius IPad beneran dan asli), cuma buat main game, dan supaya ibu bapaknya bisa asyik ngobrol dengan temannya di mall.
Satu lagi, saya pernah dihubungi untuk mencari orang yang paham smartphone dan gadget terbaru lainnya untuk mengajari para pejabat pakai gadget-gadget tersebut. Nah, mau bukti apa lagi.
No comments:
Post a Comment