Tahapan verifikasi partai politik mendekati verifikasi faktual. KPU dan Kemendagri memastikan akan memakai data kependudukan yang baru. Dengan data kependudukan yang diperbarui diharapkan akan mendorong KPU menyesuaikan dengan syarat keanggotaan faktual bagi tiap parpol di tingkat daerah yang mengacu jumlah penduduk di tiap kecamatan dan kabupaten.
KPU telah mengantisipasi celah dimana parpol calon peserta pemilu hanya memaksimalkan dokumen faktual di daerah, termasuk 10 persen sampling objek verifikasi faktual, sehingga 90 persen lainnya tidak disiapkan. Dengan data kependudukan yang baru, KPU berkesempatan mempertegas proses verifikasi karena tak ada celah bagi parpol untuk berkelit dengan data kependudukan yang lama.
Tantangan selanjutnya yang harus dihadapi KPU dalam proses verifikasi parpol peserta pemilu ialah sikap bersikukuh DPR membentuk tim terpisah untuk pemantauan proses verifikasi yang dijalankan KPU. Pembentukan tim ini justru menimbulkan kontraproduktif. Bukan menjadi lebih terawasi proses verifikasi yang dijalankan KPU, tapi justru proses tersebut rentan intervensi parpol-parpol di DPR yang berusaha mengamankan posisi untuk lolos.
Bisa jadi, beberapa parpol di DPR ternyata benar-benar kesulitan memenuhi syarat verifikasi, misalnya jumlah keanggotaan di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota. Maka tim pemantau DPR ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, utamanya bagi parpol-parpol di DPR yang secara teknis terancam tak lolos verifikasi.
Tantangan lainnya bagi KPU dalam proses verifikasi parpol peserta pemilu 2014 ialah banyaknya partai-partai dalam 34 daftar partai peserta verifikasi, yang ternyata beririsan keanggotaan kader atau konstituen potensial mereka, dengan kader dan konstituen potensial dari partai-partai yang sudah ada atau partai sempalan. Kondisi tersebut sangat memungkinkan adanya tarik menarik kader, terutama pada struktur kecamatan dan kelurahan.
Pada tahap verifikasi ini, untuk konteks kuantitas kelengkapan berkas saja, sudah 12 parpol yang gagal, dan itu pun kebanyakan adalah sempalan beberapa partai yang sudah lama eksis. Dengan begitu ketatnya aturan syarat dalam tahap verifikasi selanjutnya, akan sangat berpotensi terjadinya perebutan kader.
Kemungkinan lainnya, celah baru modus “jual-beli” kader dari parpol baru yang sebetulnya tak berharap banyak lolos ke pemilu 2014, tapi kebetulan lolos dalam kelengkapan jumlah item berkas yang harus diserahkan.
Dimana partai-partai yang peluangnya amat kecil lolos pemilu 2014, kemudian berpotensi membantu memuluskan partai tertentu yang masih kesulitan memenuhi aturan verifikasi, asalkan dengan kontrak politik tertentu. Hal ini tentu harus ditindak tegas oleh KPU jika nantinya menimbulkan kejadian atas hal itu.
Jika ditemukan kepengurusan ganda dalam satu partai misalnya, tentu KPU akan menghitung satu keanggotaan saja. Adapun jika ditemukan kepengurusan ganda satu orang di beberapa KTA parpol, maka akan diberikan datanya pada verifikasi faktual di kabupaten/kota.Temuan inilah nantinya akan diserahkan KPU ke kabupaten/kota untuk dilakukan pencocokan antara soft file denganhard file pengurus kabupaten/kota berikut KTA dari anggota tersebut.
Disinilah KPU diharap benar-benar melakukan ketegasan aturan dalam proses pengecekan silang. Pada proses verifikasi peserta pemilu sebelum-sebelumnyanya (2004 dan 2009), KPU belum cukup ketat memberi ketegasan dalam pengecekan silang semacam ini.
Karena itu pula, KPU mestinya berani memberi catatan negatif atau peringatan keras, jika perlu mengeliminasi partai yang sudah diberikan berulang kali kelonggaran kelengkapan berkas (sesuai perubahan aturan KPU), tetapi tetap tak mampu memenuhi syarat. Selain itu, KPU juga diharapkan tegas dan profesional menindak oknum tertentu yang mengatasnamakan penyelenggara pemilu dan petugas verifikasi di lapangan, jika didapati oknum-oknum tersebut “bermain mata” dengan memberikan standar ganda atau kemudahan khusus bagi partai tertentu selama proses verifikasi.
Berangkat dari beberapa problem diatas, ada beberapa hal yang perlu didiskusikan:
1. Bagaimana mendorong KPU menjadi lembaga penyelenggara pemilu yang profesional dan konsisten terhadap aturan yang telah dibuat KPU sendiri?
2. Bagaimana strategi dan upaya partai politik dalam konteks kesiapan parpol mengikuti proses verifikasi?
3. Bagaimana memperbaiki tingkat kepatuhan dari tiap parpol terkait aturan kepemiluan, baik dalam proses verifikasi maupun saat pemilu nantinya dan bagaimana sistem pengawasan yang paling tepat?
The Indonesian Institute, Jl. Wahid Hasyim no. 194 Jakarta
No comments:
Post a Comment