STOP
KRIMINALISASI DEMOKRASI!
Mengecam Pemidanaan Aktivis ICW dan JPPR oleh Sejumlah Politisi
Mengecam Pemidanaan Aktivis ICW dan JPPR oleh Sejumlah Politisi
Demokrasi menjamin adanya kebebasan individu maupun kelompok
untuk berpendapat.Di dalam sistem pemerintahan demokrasi, masyarakat atau
publik memiliki hak dan kebebasan untuk berpendapat yang telah dijamin oleh
hukum. Hal ini juga telah diatur
dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 “Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkanpikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan.”
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Jaringan Pendidikan Pemilih
untuk Rakyat (JPPR) adalah dua lembaga masyarakat sipil yang sejak lama
berjuang untuk membela hak-hak masyarakat secara luas dan khususnya berkaitan
dengan persoalan korupsi dan kepemiluan.Korupsi dan Pemilu dua hal yang saling
beririsan karena banyak di antara kasus-kasus korupsi yang melibatkan sejumlah
politisi berujung pangkal pada persoalan dana kampanye untuk pemilihan umum dan
pada akhirnya mengakibatkan hubungan timbal-balik antara kelompok kepentingan
tertentu dengan politisi yang berhasil menduduki suatu jabatan politik.
Pemilu
yang jujur dan adil dapat terlihat dari terlaksana atau tidaknya 10 kategori
utama yang salah satunya adalah adanya pendidikan kewarganegaraan dan informasi
untuk pemilih.[i]Informasi yang seluas-luasnya mengenai
calon-calon kandidat apapun yang akan maju dalam pemilihan umum adalah hak
masyarakat untuk mengetahuinya sebelum melakukan pilihan terhadap siapapun yang
akan dipilihnya untuk menjadi representasi politik rakyat dalam lembaga
perwakilan rakyat yang ada. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari
pendidikan pemilih yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada pemilih
serta masyarakat dan publik secara luas mengenai para calon-calon legislatif
yang akan maju mencalonkan diri kembali untuk dipilih oleh masyarakat.
ICW dan JPPR hanya mengumumkan kepada publik dalam rilis
berjudul “36 Daftar Calon Sementara Anggota DPR RI yang Diragukan Komitmen Anti
Korupsinya” mengenai sejumlah nama yang menurut penilaian mereka terlibat dalam
sejumlah kasus korupsi dan dianggap kurang mendukung perjuangan memberantas
korupsi di Indonesia sesuai dengan hasil analisis media, pemberitaan, serta
kerja-kerja pemantauan yang telah mereka lakukan selama ini.
Dalam siaran pers yang dirilis oleh ICW dan JPPR tersebut hanya
36 nama yang diragukan komitmen mereka dalam mendukung gerakan antikorupsi yang
selama ini tengah berjuang mati-matian melawan berbagai kasus korupsi dalam
pemerintahan. Ada lima indikator penilaian yang digunakan, diantaranya adalah:
1.
Politisi yang namanya pernah
disebut dalam keterangan saksi atau dakwaan JPU terlibat serta atau turut
menerima sejumlah uang dalam sebuah kasus korupsi
2.
Politisi bekas terpidana kasus
korupsi
3.
Politis yang pernah dijatuhi
sanksi atau terbukti melanggar etika dalam pemeriksaan oleh Badan Kehormatan
DPR
4.
Politisi yang mengeluarkan
pernyataan di Media yang tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi
5.
Politisi yang mendukung upaya
revisi UU KPK yang berpotensi memangkas dan melemahkan kewenangan lembaga
tersebut
Penilaian yang dilakukan berdasarkan lima indikator tersebut
yang sebenarnya adalah informasi publik yang sudah banyak tersebar luas di
media sebelum adanya rilis tersebut. Apa yang dilakukan oleh ICW dan JPPR hanya
mengingatkan kembali pada fakta-fakta yang telah ada jauh sebelumnya.
Sederhananya, apa yang dilakukan ICW merupakan aktivitas ilmiah yang mestinya
tidak dibantah dengan tindakan pemidanaan melainkan dengan bantahan dan
argumentasi yang mampu membuktikan bahwa apa yang disampaikan oleh ICW dan JPPR
tersebut adalah tidak benar adanya.
Upaya pemidanaan terhadap aktivis ICW dan JPPR merupakan
preseden buruk dan ancaman terhadap partisipasi masyarakat sipil dalam mengawal
pemilu dan proses demokratisasi di Indonesia. Ruang partisipasi yang dibuka
oleh Konstitusi dan Undang-Undang dimaknai sebagai ancaman yang membahayakan
bagi sejumlah orang, dan hal itu tidak boleh terus terbiarkan.
Dengan demikian Koaliasi Amankan Pemilu 2014 menyatakan sikap sebagai
berikut:
1.
Mengecam pemidanaan pegiat ICW
dan JPPR yang melakukan aktivitas demokrasi yang dijamin dan dilindungi
Konstitusi dan Undang-Undang.
2.
Mendesak politisi yang
melakukan pelaporan pidana untuk menempuh langkah-langkah yang tidak mengkriminalisasi
demokrasi dengan membantah apa yang disampaikan ICW dan JPPR dengan data-data,
informasi, dan argumentasi yang menyatakan sebaliknya.
3.
Meminta para politisi untuk
lebih bijak dan terukur dalam menyikapi langkah masyarakat sipil dalam aktivitas
kepemiluan dan demokrasi di Indonesia.
4.
Menghimbau masyarakat untuk
tidak menurun semangat dalam mengkritisi para caleg karena ancaman
kriminalisasi yang dilakukan sejumlah politisi.
5.
Menghimbau masyarakat untuk
cermat dan cerdas dalam memilih calon anggota legislatif 2014 berdasarkan rekam
jejak, kapasitas, dan integritas calon.
Jakarta, 17 Juli 2013
Koalisi Amankan Pemilu 2014: IPC, KIPP,
KIPP Jakrta, FORMAPPI, JPPR, Yappika, PPUA Penca, Puskapol UI, Demos, ICW,
PSHK, GPSP, Indonesia Budget Center (IBC) , Soegeng Sarjadi Syndicate, KRHN,
Seknas FITRA, Transparansi Internasional Indonesia, Perludem
Contact Person:
Yurist Oloan (Formappi) +628129424877; Toto Sugiarto (SSS) +6281219190018;
Sulastio (IPC) 0811193286; Jojo Rohi (KIPP) 081283888646; Yuda Irlang (GPSP)
+6287885650819; Fajri Nursyamsi (PSHK) 0818100917; Titi Anggraini (Perludem)
0811822279
[i] 10 kategori utama yang memperlihatkan pemilu
yang jujur dan adil antara lain: (1) sistem dan undang-undnag pemilu, (2)
pembatasan konstituensi, (3) pengelolaan pemilu, (4) hak pilih, (5) pendaftaran
pemilih, (6) pendidikan kewarganegaraan dan informasi untuk pemilih, (7) calon,
partai dan organisasi politik, (8) kampanye pemilu, termasuk perlindungan dan
penghormatan hak asasi masnusia, pertemuanpertemuan politik, serta akses dan
liputan media, (9) pencoblosan, pemantauan, dan hasil pemilu, serta (10) penanganan
pengaduan dan penyelesaian sengketa. (Lihat buku Guy S. Goodwin-Gill, Pemilu
Jurdil: Pengalaman Standar Internasional (terj), Jakarta: Pirac & The Asia
Foundation, 1999, hal. 34.
No comments:
Post a Comment