Irma Hutabarat adalah pendiri ISAFIS, ketua yayasan Miyara Sumatera, penulis dan presenter, aktivis, mantan koordinator kampanye ICW, konsultan komunikasi, pokoknya banyak deh kegiatan mbak Irma ini.
ISAFIS adalah singkatan dari Indonesian Student Association for International Studies atau Himpunan Mahasiswa Indonesia Peminat Pengkajian Masalah Internasional. Saya bergabung dengan ISAFIS sejak tahun 1992 hingga 1997. Keluar dari ISAFIS karena sudah tidak lagi menjadi mahasiswa, tetapi silaturahmi terus berjalan dan kerap menghadiri acara ISAFIS yang diteruskan oleh para yunior.
Irma Hutabarat sedang mewawancarai dua penulis Indonesia yaitu Ayu Utami dan Djenar Maesa Ayu dalam acara talkshow Swara Indonesia yang ditayangkan oleh TVRI Nasional (23/1/2013). |
Ternyata, endorsement yang ditulis oleh mbak Irma puaanjaaang sekali, padahal untuk endorsement cukup 3-5 kalimat saja. Nanti yang lain ngiri, he he he. Saya dan tim buku saya akan meringkasnya, tetapi sayang juga kalau dibuang begitu saja. Karena mbak Irma menulisnya dengan sepenuh hati. Nah, ini endorsement dari beliau.
"Pipit menulis buku Siap Memantau
Pemilu untuk sesiapa yang ingin memantau Pemilu dengan baik dan benar, seperti
buku panduan dasar agar dapat meningkatkan partisipasi publik dalam memilih
para wakil rakyat, maupun eksekutif dari Bupati hingga Presiden,
Partisipasi
publik adalah hal yang sangat penting, mudah diucapkan dan sangat sulit
implementasinya. Saya pernah berbincang dengan Bang Ahok di Bentara Budaya
sebelum ia terpilih menjadi wakil gubernur DKI, ia mengatakan bahwa peran aktif
dari konstituen dan simpatisan membuat kecurangan dalam pilkada dan pemilu
dapat berkurang dan mungkin juga di eliminir, karena semua orang dapat memakai
telepon genggam atau HP untuk memotret dan merekam tiap-tiap TPS saat
menghitung suara. Ini hanya salah satu contoh betapa teknologi dan antusiasme
masyarakat dapat membuat demokrasi menjadi lebih sehat.
Tentu saja, membuat
agar pemilih tidak apatis dan berminat untuk memantau adalah satu soal lain. Dulu kami membuat KPL (Komite Pemantau Legislatif) yang bernaung dibawah LBH,
bersama dengan Bambang Wijayanto dan Munir. Pada waktu itu yang kami lakukan
adalah membuat kode etik bagi para Legislator dengan tujuan dan harapan dapat
mencegah conflict of interest. Karena banyak wakil rakyat yang
berbisnis dan menjadi pengusaha, profesional ataupun makelar, di samping pekerjan
mereka menjadi anggota legislatif di tahun 1999, dimana partai partai belum
menyaring dan mendidik para kadernya dengan baik, mungkin sampai saat ini juga
belum.
Buku ini dapat menjadi panduan bagi mereka yang ingin
memantau pemilu, artinya mereka yang peduli terhadap proses panjang tak
berujung dalam penegakan demokrasi di negeri ini, maupun dimana saja, karena
berdemokrasi bukan terjadi hanya pada saat Pemilu. Pemahaman tentang hal ini
juga penting sekali, sehingga masyarakat seyogyanya selalu memantau mulai dari
proses pencalonan, pemilihan, dan terus hingga orang orang pilihan yang
terpilih tersebut bertugas sebagai proses check and balance yang sinambung.
Semoga buku ini juga dapat dijadikan panduan bagi partai
partai politik dan siapapun yang peduli terhadap peran aktif masyarakat, karena
tanpa partisipasi publik tak kan ada demokrasi dan tak kan mungkin kita
melaksanakan pemilu yang sehat, adil, jujur dan bebas.
Selamat buat Pipit, bangga bahwa ada satu lagi diantara
adik-adik kami dari ISAFIS yang berkarya nyata. Semoga buku ini menjadi awal
bagi karya-karya selanjutnya dalam mendorong dan mewujudkan partisipasi publik
dan peran konkrit masyarakat yang sehat dan lebih paham soal Pemilu. Karena bagaimanapun
juga, kualitas para wakil kita di Legislatif dan para pemimpin kita di Eksekutif merupakan refleksi atau cerminan dari para pemilihnya."
Terima kasih mbak Irma.
No comments:
Post a Comment