Website counter

Saturday, August 29, 2015

Aksi #LawanAhok


Aksi "Lawan Ahok" Jum'at 28/8/2015
oleh: Pipit Apriani
Direktur Eksekutif ForDe (Forum on Democracy and Election)  



Jum'at pagi, 28 Agustus 2015, sejumlah ormas melakukan aksi damai di depan rumah dinas Gubernur DKI Jakarta. Dalam aksi tersebut, pengunjuk rasa meminta Ahok untuk memimpin Jakarta dengan cara yang manusiawi dan tidka melakukan tindakan yang menghalalkan segala cara.  

Saya di tengah-tengah peserta aksi

ForDE menilai banyak kata-kata dari Ahok selaku Gubernur DKI Jakarta sangat tidak patut untuk pejabat negara bahkan pemimpin sebuah provinsi paling penting di Indonesia. Sejak kecil saya diajari untuk tidak mengucapkan kata-kata yang tidak patut, dan ada hukuman kalau mengucapkannya. Sejak kecil saya diajari harus sopan ke orang yang lebih tua dan orang lain, bukan karena undang-undang mengharuskannya, tapi karena moral keluarga saya dan nilai-nilai sosial yang mengajarkannya, dan kami turuti karena hal itu baik untuk tatanan masyarakat yang berbudaya dan beradab. Dan itu yang saya teruskan ke keponakan saya, murid-murid saya dan lingkungan saya. Sekali-sekali mengumpat, wajar saja, toh saya manusia dan saya bukan pejabat publik. 

Kata-kata Ahok yang menggoblok-goblokkan JJ Riza beberapa hari lalu merupakan penghinaan luar biasa terhadap kelompok intelektual dan menjadi trigger bagi saya untuk turun dalam aksi ini setelah menahan kejengkelan sekian lama. JJ Riza adalah dosen sejarah UI dan narasumber sejarah Jakarta. Hal ini cukup mengkhawatirkan. Sekarang Ahok tidak menggoblok-goblokkan saya dan anda. Tapi siapa tahu besok saya atau anda yang akan digoblok-goblokkan atau dipanggil ba##‪#‎at‬ oleh Ahok. 

Peserta aksi Lawan Ahok dikawal polisi

Ucapan Ahok lain yang menohok hati nurani adalah "kalau mau benerin Jakarta, separuh Jakarta harus dibakar", secara ide bagus, tapi kalau dilaksanakan di lapangan secara letterlijk, benar-benar dibakar, digusur, ya gak bener juga. Yang diurus adalah manusia, kita tidak bisa mengatur manusia bergantung semata-mata pada undang-undang saja. Undang-undang dibuat manusia dan harusnya sesuai dengan kehidupan di lapangan dan bisa diubah sesuai kebutuhan dan tujuan masyarakat karena UU bukan kitab suci. 

Yang berikutnya adalah definisi HAM versi Ahok yang cukup mengerikan diukur dari segi apapun. Ahok bersedia membunuh 2 ribu orang yang menentangnya dan membahayakan penduduk lain yang jumlahnya 10 juta orang. Sekali lagi kita bicara mengenai manusia. Dalam HAM versi manapun di dunia, tidak boleh ada satupun manusia dibunuh dan dianiaya dengan alasan apapun. Hati-hati menggunakan statistik dalam ilmu sosial, karena yang diukur adalah manusia. Dan ini adalah contoh yang baik untuk menunjukkan arogansi mayoritas dan nantinya akan menjurus ke arogansi kelas, yang kaya dan yang miskin. 

Dan sekali lagi, kami tidak menyinggung masalah rasis, karena ini bukan masalah rasis, tapi masalahnya adalah Ahok per se.

22/8/2015

Ahok dan Pemda DKI sudah masuk tahap keterlaluan dalam kasus Kampung Pulo. Kalau sosialisasi sudah dari tahun lalu, kenapa masih ada yg menolak dipindahkan dan ada sejumlah peristiwa penganiayaan warga yg cukup mengenaskan. Dan ini terjadi di muka umum di Jakarta. Kalau yg gak mau pindah, ya dibiarkan saja dulu, biar mereka lihat kehidupan kawan2 nya yg sudah pindah lebih dulu ke rusun tsb. Bukan main hantam. 

Kedua, menggoblok-goblokkan JJ Riza. Kalau memang bang JJ salah, ya bilang saja kesalahannya di mana. Bang JJ dosen dan orang yg paham sejarah, khususnya sejarah Jakarta, jadi pasti sudah punya data dan argumen ketika berkata kalau Pluit, PIK, Muara Karang dsk adalah daerah resapan air. Orang yg tinggal di Jakarta sejak tahun 70 dan 80-an pasti tau dan hafal daerah mana yg dulunya daerah resapan atau tempat parkir air ketika musim hujan di Jakarta. 

Kalau cuma berdasarkan RTRW dari Pemda, RTRW bisa diubah2 kok sesuai permintaan pasar. Contohnya kabupaten Karawang di daerah sekitar pelabuhan Cilamaya. Awalnya kawasan pertanian, ketika ada isu perluasan pelabuhan, RTRW nya berubah jadi kawasan industri. 

Saya ada di sisi bang JJ, jika Ahok terus menggoblok-goblokan warga Jakarta, apalagi kelompok intelektual. Ahok bisa jadi gubernur karena Gerindra berpikir panjang dan jernih, padahal Ahok desersi dari Gerindra. Kalau Gerindra adalah kelompok militer, maka Ahok mungkin dikenai hukuman termasuk dipenjara.