Website counter

Friday, May 9, 2014

Kurs dollar, Pemilu, Ekonomi dan Pemimpin Indonesia

Hari ini saya iseng-iseng mengecek kurs rupiah terhadap mata uang asing, 1 USD =Rp 11.620, tidak berbeda jauh dengan beberapa bulan sebelumnya. Tetapi kurs Euro sungguh mengejutkan karena sudah mencapai Rp 16.169,-, ketika saya ke Austria Oktober 2012 mencapai Rp 12.300,-. Luar biasa kenaikan Euro.

Sebagai seorang pekerja freelancer, saya senang dengan tetap tingginya nilai tukar dollar. Karena sebagian pekerjaan saya dibayar dengan dollar. Saya juga mengajar bahasa Jerman dan dengan sejumlah teman bekerja sama untuk mengurus siswa Indonesia yang akan kuliah di Jerman. Saya dapat memperkirakan pukulan yang berat bagi orangtua yang kondisi uangnya pas-pasan untuk membiayai perkuliahan anaknya di luar negeri. Biaya yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari membengkak. Syukur-syukur jika mereka memiliki tabungan dalam mata uang Euro dan Dollar, sehingga tidak terlalu shock dengan perubahan nilai mata uang. Sebagai rakyat biasa sekaligus aktivis, hati saya miris karena kentara sekali bahwa ekonomi Indonesia tidak kuat dan dimainkan oleh pihak asing sehingga tidak mampu mengatur nilai mata uangnya sendiri. 


Kenapa setiap pemilu, kurs dollar selalu naik? Karena pemilu adalah ajang mencari pemimpin. Kalau orang Indonesia, khususnya yang golput, tidka peduli dengan pemilu, maka masyarakat internasional, khususnya negara maju dan donor sangat peduli dengan calon pemimpin Indonesia. Kalau bisa yang mendukung gerakan mereka di Indonesia. Jika tidak, maka sumbangan, hibah atau bantuan kepada Indonesia "akan dipertimbangkan".

Meski kelihatan secara kasat mata bahwa Indonesia khususnya Jakarta sangat maju dan modern, tetapi jika dirata-ratakan secara keseluruhan dari Sabang sampai Merauke, Indonesia masih negara berkembang alias belum maju. Cadangan devisa Indonesia seujung kuku cadangan devisa negara Eropa dan Amerika Utara, bahkan kalah jauh dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Untuk level negara, kekuatan ekonomi negara dilihat dari besaran cadangan devisa negara tersebut. Dalam level individu, cadangan devisa setara dengan buku tabungan di bank. Siapa yang punya uang lebih banyak, dialah yang mempunyai kekuasaan. Ini memang hanya simplifikasi atau penyederhanaan dari keuangan dan perekonomian sebuah negara.  

Lalu bagaimana untuk memperbesar cadangan devisa negara? Yang pertama dan paling sering dilakukan adalah menaikkan pemasukan dari sektor pajak. Tetapi apa yang terjadi jika rakyat semakin tercekik dengan pajak ini dan itu. Pemerintah harus membuka sektor perdagangan ke luar negeri atau keran ekspor. Yang terjadi selama ini justru sebaliknya. Pemerintah Indonesia justru menggalakkan sektor impor di berbagai bidang bahkan pertanian seperti beras, gandum, bawang putih, cabe, sapi dan lain-lain. Terlalu banyak untuk dihitung. Padahal Indonesia (mestinya) mampu menanam dan menghasilkan produk-produk pertanian. Rakyat juga harus berani untuk mengekspor barang-barang Indonesia keluar negeri. Produk baju Indonesia sangat diminati di luar negeri, seperti di Malaysia, Singapura, Sri Lanka dan Afrika. Di kota Hat Yai, Thailand selatan, banyak produk batik dan busana Indonesia di jual di sana dibawa oleh pedagang Malaysia. Demikian juga dengan Sri Lanka, saya melihat sendiri dari Kolombo yang terletak di provinsi Barat hingga Kalmunai yang terletak di provinsi Timur banyak produk busana Indonesia dipajang di sana. 

Perusahaan-perusahaan Indonesia juga harus berani berekspansi ke berbagai negara. Saya melihat banyak perusahaan India dan Cina beroperasi di negara-negara pasca konflik seperti Afghanistan dan Pakistan. Tidak heran jika kedua negara ini menjadi kekuatan ekonomi Asia yang saling bersaing. Pemerintah Indonesia harus gesit, cerdas membaca peluang, bekerja secara efektif dan efisien untuk membantu para pengusaha yang akan berekspansi ke luar negeri. 

Pemasukan Indonesia yang lain sebenarnya adalah dari tenaga kerja. Sayang sekali, tenaga kerja yang paling banya di-"ekspor" oleh Indonesia adalah tenaga kerja kasar seperti pembantu dan supir yang dibungkus dengan istilah TKW dan TKI. Meski jumlah orangnya besar, tetapi secara rupiah, uangnya sebenarnya tidak banyak. Berbeda, jika orang Indonesia bekerja sebagai tenaga ahli atau tenaga kerja terdidik. Jumlahnya tidak banyak, tetapi nilai rupiah yang didapatkan cukup besar. 

Kuncinya adalah pendidikan dan keterampilan, termasuk kemampuan berbahasa Inggris. Pembantu dari Filipina mendapat gaji yang lebih tinggi daripada pembantu dari Indonesia, karena orang Filipina bisa berbahasa Inggris. Kedua, orang Filipina dilatih untuk berani berkata kepada "tidak" kepada majikan yang menyuruh mereka bekerja jika tidak sesuai dengan kontrak. Orang Indonesia biasa, terbiasa dan dibiasakan untuk manut kepada majikan meskipun mereka "menginjak" harga diri. 

Alternatif pemasukan lainnya adalah dari sektor pariwisata. Pemerintah Indonesia sudah cukup berpromosi, tetapi kadang tidak menghitung jumlah pemasukan yang diperoleh dengan jumlah pengeluaran berpromosi. Kementerian pariwisata harus bekerja sama dengan kementerian yang mengurus infra struktur di lapangan atau daerah wisata, sehingga turis tidak kecewa ketika datang ke tempat wisata tersebut. 

Pantai Anyer dan pantai Pattaya di Thailand sebenarnya sama indahnya. Tetapi infra struktur menuju ke pantai Anyer jauh sekali berbeda dengan infra struktur menuju Pattaya. Dari Suvarnabhum airport ke Pattaya memakan waktu 1,5 - 2 jam saja melalui jalan tol yang lebar mulus. Bandingkan dengan jalur yang harus ditempuh dari Jakarta ke pantai Anyer. Dari jalan tol Kebon Jeruk ke kota Anyer memang cukup lancar, ada macet di sana sini, tapi okelah. Begitu memasuki kota Anyer, muncul rasa sebal. Jalanan yang berlubang-lubang, rumah penduduk yang kumuh dan bergenteng keputihan karena polusi merupakan pemandangan yang harus dinikmati sepanjang jalan. 

Pemimpin Indonesia di masa mendatang haruslah orang yang mampu menggali potensi Indonesia dari berbagai sektor tanpa harus menguras kekayaan alam Indonesia. Pemilu menjadi ajang pemilihan pemimpin Indonesia, karena itu rakyat Indonesia harus peduli dengan calon pemimpinnya, dan turut berpartisipasi dalam pemilu juga dalam pengawasan jalannya pemerintahan. Semoga.