Website counter

Tuesday, January 14, 2014

Antara Banten dan Thailand: Kasus Atut Chosiyah dan Yingluck SInawatra


Ditahannya Ratu Atut Chosiyah oleh KPK beberapa waktu lalu disambut gembira oleh sejumlah warga provinsi Banten. Hal ini  karena mengguritanya kekuasaan keluarga besar mereka, khususnya di Banten. Tetapi melarang mereka untuk ikut menjadi kandidat dalam pemilihan umum apapun, yah gak bisa. Namanya juga demokrasi, siapapun memiliki hak dipilih dan memilih. Kalau tidak suka dengan keluarga Atut, yah jangan pilih kandidat yang berasal dari keluarga mereka atau punya afiliiasi dengan mereka. Kalau sampai terpilih, artinya lebih banyak yang percaya dengan mereka daripada yang tidak percaya mereka. Atau ujug-ujug minta semua keluarga mereka turun dari jabatan, weleh-weleh. 

Saya mewawancara seorang kandidat perempuan dari partai Rak Shanti dalam pemilu parlemen Thailand 2011

Nah, sama dengan kejadian di Thailand saat ini. PDRC yang merupakan kamuflase dari Partai Prachatipat (arti sebenarnya adalah "Demokrasi" bukan "Demokrat") meminta Yingluck Sinawatra dari partai Pheu Thai untuk turun jabatan dan menolak rekonsiliasi apapun dengan keluarga Sinawatra, termasuk ikut pemilu 2 Februari mendatang. Bahkan memblokir kantor pendaftaran caleg, sehingga banyak caleg tidak bisa mendaftar. Alasan PDRC aka PD intinya adalah meminta keluarga Sinawatra mundur dari perpolitikan Thailand. 

Faktanya, pendukung keluarga Sinawatra jauh lebih besar daripada pendukung Partai Demokrat, karena itu mereka menang telak pemilu kemarin dan kemungkinan di pemilu mendatang. Militer Thailand menolak ikut campur dalam artian membubarkan massa yang berpartisipasi dalam Bangkok Shutdown. Dan di kota-kota lain di saat yang sama, ribuan massa Phue Thai memenuhi jalanan untuk mendukung jalannya pemilu mendatang. Perang sipil seperti diramalkan banyak pihak, bisa saja terjadi sewaktu-waktu.

Thursday, January 9, 2014

Pengumuman hasil survey pada masa tenang

Setiap orang yang mengumumkan hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu dalam Masa Tenang dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Pasal 291



Hasil survei, jajak pendapat dan sebagainya dianggap dapat mempengaruhi opini atau pendapat pemilih untuk memilih atau tidak memilih salah satu peserta pemilu. Dengan demikian, hal ini dianggap sebagai bagian dari kampanye. Padahal pada masa tenang, kampanye dilarang. Siapa saja yang mengumumkan hasil survey atau jajak pendapat dan sebagainya dianggap melakukan tindakan pidana pemilu.


Dalam pemilukada Cianjur 2010, saya menemukan selebaran-selebaran hasil survey pada Masa Tenang bahwa kandidat A lebih unggul daripada kandidat lainnya. Selebaran lainnya, kandidat B lebih unggul, demikian juga selebaran lainnya. Jadi sepertinya begitu banyak lembaga survey di Cianjur untuk pemilukada tersebut dan hasil setiap lembaga berbeda-beda. Sayangnya, nama lembaga survey tersebut fiktif, dan tidak ada identitas dan nomor kontak yang bisa dihubungi.