Website counter

Friday, May 31, 2013

Pembuatan e-KTP kisruh?


Pembuatan e-KTP kisruh? 
1. Penghentian produksi e-KTP dilakukan PT Sandipala Artaputra sejak beberapa waktu lalu dan tak ada respons dari Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri). PT SAP menghentikan produksi e-KTP karena adanya tunggakan pembayaran oleh Konsorsium PNRI. Penghentian pembuatan e-KTP akan berpengaruh terutama pada Pemilu Legislatif atau Pemilu Presiden 2014 mendatang. Karena pembuatan daftar pemilih sementara berasal dari data penduduk dari data e-KTP.

KTP lama/ Old version of ID card

2. Di kalangan warga kini mulai resah, bukan saja karena bisa tidaknya e-KTP difotokopi, tapi beredarnya informasi tidak diakuinya KTP lama dalam waktu tak lama lagi. Ada sejumlah warga yang menemukan bahwa chip dalam e-KTP ternyata bisa rusak ketika difotockopi. Padahal rakyat membutuhkan fotokopi KTP untuk berbagai keperluan, mulai dari pembuatan berbagai dokumen dan surat pengantar, hingga mengambil berbagai kredit mulai dari kredit motor, kredit rumah dan berbagai keperluan lainnya.

3. Pada awalnya rakyat dijanjikan sudah memperoleh e-KTP Desember 2012, kemudian ditunda Januari 2013, sekarang berubah lagi menjadi Desember 2013.
Banyak yang ingat, betapa hebohnya warga mengantri di kelurahan ketika pembuatan e-KTP. Antusiasme warga sebagai warga negara yan gbaik dan patuh terhadap kebijakan pemerintah, tidak berbalas  dengan pelayanan dan kecermatan penghitungan waktu pembuatan oleh pihak penyelenggara. Kekurangan petugas dan alat membuat warga harus mengantri dalam pembuatan e-KTP dan warga harus menunggu sejak pagi hingga malam hari. Padahal seharusnya dengan perhitungan yang cermat, penyelenggara bisa mengatur kapan warga bisa mendaftar. Pengaturan ini akan mengurangi waktu yang terbuang untuk menunggu sia-sia di kantor kelurahan.
Berbeda dengan pembuatan KTP biasa yang bisa diperoleh kurang dari dua minggu, bentuk fisik e-KTP ternyata baru bisa diperoleh beberapa bulan kemudian. Informasi terbaru, ternyata ada kemunduran jadwal pemberian e-KTP menjadi Desember 2013. Lalu, bagaimana dengan mereka yang KTP-nya sudah habis masa berlakunya sebelum Desember 2013? Tentu mereka tidak mau  menjadi "warga liar" karena keterlambatan dan kesalahan pihak penyelenggara. 

4. Kekisruhan yang berlarut-larut dan tidak ada respons yang tepat dan tegas dari pihak penyelenggara membuat adanya dugaan adanya pembiaran yang disengaja di tingkat elite untuk menjadi lahan cari untung pihak-pihak tertentu. Kemdagri selaku penanggungjawab produksi e-KTP harus bersikap tegas.


Sumber:

Wednesday, May 29, 2013

Hey, jariku juga ada tintanya lho.....

Pemberian tinta di jari merupakan satu kewajiban setelah memberikan suara. Ini di Indonesia, karena di Malaysia, Afghanistan dan Pakistan, penandaan tinta di jari dilakukan SEBELUM memberikan suara.

Penandaan tinta di jari merupakan satu kewajiban yang harus dilakukan oleh pemilih untuk menandakan bahwa dia sudah memberikan suara. Kegunaan yang kedua adalah untuk menghindari pemilih ganda atau multi voters. Meskipun, kemudian ditengarai banyak tinta berkualitas buruk karena bisa dihapus dengan mudah setelah penandaan. 

Penandaan jari di Indonesia, kelingking kiri. Di Afghanistan, telunjuk kanan. 

Dalam pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa tengah 26 Mei 2013 lalu, yang ikut ingin memiliki tinta di jari ternyata bukan hanya para pemilih saja, yang usianya 17 tahun ke atas, tetapi anak-anak juga ingin ikut merasakan memiliki tanda tinta di jarinya. 

Children and the real voter showed me their inked fingers :D


Marking the finger with indelible ink AFTER cast the vote is an obligatory in Indonesia. In Malaysia, Afghanistan and Pakistan, the marking was BEFORE cast the vote. 

Marking the indelible ink after casting the vote is obligatory almost every part in the world that hold elections. This is a sign that the voter has already cast the vote. Second, it is to prevent multi voters or voter cast vote for two or more times. Though many reports show that there was many bad quality of indelible ink, that can be erased easily and quickly just after marking.   

In Gubernatorial election of Province Central Java,  26 Mei 2013 lalu, yang ikut ingin memiliki tinta di jari ternyat bukan hanya para pemilih saja, yang usianya 17 tahun ke atas, tetapi anak-anak juga ingin ikut merasakan memiliki tanda tinta di jarinya. 

Tuesday, May 28, 2013

Door to door campaign of Pakistan People Party in Lahore

Pakistan People's Party atau PPP adalah partai Benazir Bhutto dan saat ini dipimpin oleh putranya Bilawal Bhutto Zardari. Karena faktor keamanan dan ancaman dari beberapa kelompok militan, PPP tidak berani melakukan kampanye secara terbuka. Jadi, jenis kampanye yang bisa dilakukan oleh PPP hanyalah melalui video, door to door campaign, corner meeting dan iklan di surat kabar. 

Dalam hal video messaging, yang menarik perhatian pengamat adalah tidak hanya pimpinan PPP saja yang memberikan pesan melalui video, tetapi bahkan para pemimpin PPP di masa lampau yang telah meninggal pun, termasuk Benazir Bhutto, ikut berkampanye, sehingga tidak heran disebut dengan 'ghost campaigners'.

The female campaigners of PPP after briefing before they did their work.
Door to door campaign dilakukan dengan cara menyebarkan brosur dan berbicara langsung dengan para pemilih secara personal. Sedangkan Corner meeting adalah pertemuan kecil yang dihadiri antar 100-150 orang saja dan biasanya diadakan di tempat pertemuan atau di lorong-lorong jalan.

Pada tanggal 3 Mei 2013, tim kami memantau kampanye door to door yang dilakukan oleh Women Wings dari Pakistan People Party (PPP) di sebuah Union Council di Lahore. Union Council adalah unit administrasi terkecil di Pakistan. Di Indonesia selevel RT/RW, karena 1 UC terdiri dari 250-300 rumah tangga. 

Mula-mula para juru kampanye berkumpul di rumah Mrs. Bushra Aitzaz Ahsan, kandidat dari NA 124. Lalu mereka berangkat ke UC 147 yang terletak di Ram Garh, Lahore. Saya agak kecewa, karena saya mulanya berfikir bahwa Mrs. Bushra sendiri yang akan turun ke lapangan, tetapi ternyata hanya juru kampanyenya saja.

Sejumlah ibu-ibu tidak langsung bertugas, tetapi masuk ke salah satu rumah yang merupakan titik kumpul di UC tersebut. Di sana Mrs. Fehmida Shaheen, presiden Zone 145, membakar semangat para juru kampanye.  Tak lama kemudian mereka pun berjalan berkeliling membagikan brosur kandidat dan berbicara dengan para pemilih di wilayah tersebut. Kami melihat sejumlah pria menolak dengan sopan brosur tersebut dan kemudian membicarakan kelompok juru kampanye ini. UC tersebut merupakan kantong PML-N.   


Satu hal yang membedakan pemilu Pakistan 2013 dengan pemilu-pemilu sebelumnya adalah keterlibatan perempuan yang cukup tinggi dalam proses kepemiluan, antara lain menjadi juru kampanye atau membantu kampanye kandidat atau partai politik seperti yang mereka lakukan di sini. Maju terus Perempuan Pakistan!

Door to door campaign of PPP.
The female campaigners distributed the brochures and talked to the male and the male denied politely the brochures and their explanation. 

Pakistan People's Party is the party of Benazir Bhutto and now is chaired by her son Bilawal Bhutto Zardari. Due to security reason and threats from some militant groups, PPP was not dare to campaign out door. Their campaigns were video messaging, door to door, corner meeting and advertising in newspapers. 

The analysts noted that the campaigners in videos were not only the leaders in PPP, but late leaders such as Benazir Bhutto. This was then called 'ghost campaigners'.

Door to door campaign is to distribute brochure and talked individually to the voters in certain area.  Corner meeting is a small meeting attended by 100 - 150 persons and takes place usually in a small room or alley.    

On May 3, 2013, our team observed door to door campaign held by  Women Wings of Pakistan People Party (PPP) in a Union Council in Lahore. Union Council is the smallest administrative unit  in Pakistan. In Indonesia UC is almost similar with RT/RW, because 1 UC consists of 250-300 households.  

At first, the campaigners gathered at the house of the candidate from NA 124, Mrs. Bushra Aitzaz Ahsan. Then they went to  UC 147 located in Ram Garh, Lahore by cars. I was a bit disappointed because I thought that Mrs. Bushra herself would go to the field, but it was only her campaigners. 

Once they arrived, they went inside a house belongs to a campaigner. We can say that it was a camp for Women Wings in that UC. Mrs. Fehmida Shaheen, president Zone 145, gave a short speech to raise the enthusiasm and spirit of the campaigners. After that they spread to different places to do their job. 

We saw that some men denied politely the brochure, didn't want to be disturbed by them and then discussed about that female campaigners. This UC was the stronghold of PML-N.    

One significant mark made different between this 2013 election compared with previous elections is the high participation of women in election process, such as being the campaigners of a candidate or party, like they were doing here. Bravo Pakistani Women!

Saturday, May 25, 2013

Antrian Pemilih dalam pemilu Pakistan 2013

Di tengah ancaman bom dan kekerasan oleh kaum militan termasuk Taliban, antusiasme pemilih di Pakistan dalam pemilu parlemen 2013 cukup tinggi. Hal ini bisa dilihat dari antrian yang cukup panjang di seluruh negeri. Banyak pemilih yang datang sejak pagi, meski tidak terlalu menumpuk. Tetapi kemudian mereka kecewa, karena setelah mengantri, prosedur pengecekan identitas dengan daftar pemilih cukup lama dan tidak jarang terjadi, setelah mengantri cukup lama, ternyata mereka mengantri di TPS yang salah!


Antrian pemilih di TPS perempuan di Daud Ideal High School, Lahore.

Daftar pemilih di Pakistan kali ini, selain memuat nama dan alamat pemilih, juga memuat foto. Setelah petugas menemukan nama pemilih dan sesuai dengan foto yang tertera, pemilih harus memberikan cap jempol di dalam kolom sebelah foto. Petugas lalu memberikan tanda tinta di jari di bawah kuku, tanda sudah dicek dan memberikan suara. Petugas yang berbeda kemudian akan memberikan 2 lembar kertas suara (nasional dan provinsi), pemilih menuju bilik suara, menstempel kertas suara, melipat lalu memasukkan ke dalam kotak suara sesuai dengan warna, selesai.

Mengecek satu nama membutuhkan waktu yang cukup lama, apalagi kemudian menyamakan foto yang ada di CNIC (Computerized National Identity Card) dan daftar pemilih. Pertama, petugas di TPS bukanlah orang setempat, sehingga tidak familiar dengan nama pemilih. Penempatan petugas bukan orang lokal dilakukan untuk menghindari adanya kerja sama yang mengarah kepada kecurangan dan menghindari ancaman keselamatan kepada petugas TPS jika petugas tersebut menolak kerja sama dengan penguasa lokal atau tokoh penting di daerah tersebut.

Kedua, satu TPS atau satu bilik suara melayani 300-600 orang dengan satu petugas yang bertugas untuk pengecekan identitas, penstempelan sidik jari dan pemberian tanda tinta di jari. Bandingkan dengan Indonesia, satu petugas untuk pengecekan identitas dan satu petugas untuk pemberian tanda tinta di jari. Tidak ada foto serta penstempelan sidik jari di dalam daftar pemilih.

Ketiga, tidak ada pemberitahuan dari ECP (Election Commission of Pakistan) level lokal seperti kepala desa (pemilih di pedesaan) atau Union Council (di perkotaan), pemilih harus memilih di TPS mana. Tidak ada penempelan daftar pemilih di depan TPS atau di depan polling station yang biasanya berlokasi di sekolah) untuk mengecek sendiri dan kepastian TPS yang tepat. Sehingga pemilih harus berkeliling dari satu TPS ke TPS yang lain untuk mencari TPS yang tepat. Sejumlah presiding officer (Ketua TPS) kemudian berinisiatif untuk menuliskan serial number pemilih dari nomor sekian ke nomor sekian di TPS tersebut. Tetapi pemilih bahkan polling agent (wakil dari kandidat atau partai politik tidak mengetahuinya).

Maka yang terjadi adalah kerumunan massa di berbagai tempat, baik di luar polling station maupun di depan TPS. Oh ya, TPS di Pakistan adalah per bilik suara, bukan per ruangan. Jadi di dalam satu ruangan, bisa terdapat satu bilik suara, bisa juga tiga bilik suara. Satu bilik suara, ada 3 petugas, salah satunya adalah petugas pengecekan identitas tersebut. Jadi bisa dibayangkan ricuhnya keadaan, jika sebuah ruangan kelas memiliki 3 bilik suara, berarti ruangan tersebut harus melayani 900-1800 pemilih dalam satu hari. 

Keempat, polling agent atau wakil dari kandidat atau partai politik biasanya bertugas untuk mengawasi proses pemungutan suara, apakah petugas TPS bertindak sesuai dengan peraturan dan terakhir mencatat hasil penghitungan suara. Tetapi di Pakistan, polling agent lebih bertugas untuk membantu pemilih menemukan TPS yang tepat dan jika mungkin mengarahkan pemilih untuk memilih partainya. Kampanye dalam ruangan TPS!

Jadi, dalam ruangan yang kecil dan sudah ramai tersebut ada beberapa pihak yang melakukan hal yang sama yaitu mengecek identitas dan TPS yang tepat. Jika ada 5 polling agent dan dikerumuni oleh 3 orang, ada 15 orang berkerumun dan ditambah lagi kerumunan di depan petugas TPS yang sebenarnya.


Menstempel kertas suara


Pakistan tidak mencoblos atau mencontreng seperti Indonesia, tapi menstempel. Stempelnya kecil banget, jadi ketika digunakan pada hari H, agak sulit dicek apalagi kalau distempel di lambang partai. Apalagi model penghitungan surat suaranya tidak dibuka dan dibeberkan kepada para hadirin. Hadirinnya juga terbatas, hanya boleh saksi partai dan observer.



Pakistan don't use nail or pen to mark the ballot paper, but a stamp like this. But the stamp is too small, especially when the voter stamped on the symbol of party. And, the way of counting process in Pakistan is different. The poll workers opened the ballot and arranged according to the parties and there was no need to show the ballot paper to the attendance. The attendance was limited only for polling agents and observers.

Friday, May 24, 2013

Siaran Masa Tenang Pilkada Gubernur Jawa Tengah 2013


''Pada masa tenang, lembaga penyiaran tidak boleh menyelenggarakan siaran atau tayangan jajak pendapat''

Tanggal 23-25 Mei 2013 tahapan pilgub Jateng memasuki masa tenang karena tanggal 26 Mei merupakan hari pencoblosan guna menentukan siapa yang berhak menduduki kursi gubernur dan wakil gubernur periode 2013-2018. Pada hari yang sama, warga Kabupaten Temanggung dan Kudus juga memilih bupati dan wakil bupati.
Masa tenang menandai akhir kegiatan kampanye yang dijalani tiga pasangan cagub-cawagub, beserta tim sukses mereka selama 14 hari. Selama masa tenang, cagub/ cawagub Jateng serta cabup/ cawabup Kudus dan Temanggung beserta tim sukses, dilarang melakukan aktivitas kampanye dalam bentuk apa pun, termasuk menggunakan jasa radio dan televisi.
Masa tenang dalam pilgub Jateng diatur oleh KPU Jateng. Demikian pula terkait pilkada Kudus dan Temanggung diatur oleh KPU kabupaten tersebut. Namun untuk siaran radio dan televisi pada masa tenang diatur secara tersendiri oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jateng, lewat Peraturan Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyiaran Pemilukada Jawa Tengah. 
Komisi itu mendefinisikan masa tenang  adalah jangka waktu yang tak boleh digunakan untuk melakukan aktivitas kampanye. Menyangkut kampanye oleh tim sukses dengan menggunakan media penyiaran, KPID sesuai kewenangannya, sudah mengatur hal yang wajib ditaati oleh semua lembaga penyiaran (LP) di Jateng. 
Pengaturan itu bertujuan supaya siaran kampanye lewat radio dan televisi mengedepankan prinsip keadilan, keberimbangan, ketidakberpihakan, tidak melakukan kampanye hitam, tidak berwujud pembunuhan karakter, menjunjung tinggi norma hukum, agama, budaya, serta menumbuhkan semangat berdemokrasi yang sehat.
Berdasarkan kajian sementara KPID atas pelaksanaan 14 hari kampanye pilgub Jateng serta pilbup Kudus dan Temanggung di media televisi dan radio, jumlah pelanggaran relatif rendah. Hanya ada satu aduan dari Panwaslu Sragen, terkait keterlibatan sebuah radio komunitas yang menyiarkan iklan kampanye dari salah satu pasangan cagub.
Aduan itu kini dalam proses kajian namun bisa dipastikan lembaga penyiaran itu bersalah mengingat radio komunitas dilarang menyiarkan iklan komersial. Fakta rendahnya angka pelanggaran, menjadi salah satu indikator bahwa lembaga penyiaran makin menaati peraturan.
Ketaatan lembaga penyiaran dalam melaksanakan peraturan siaran pilkada, patut dilanjutkan saat memasuki masa tenang pilgub Jateng serta pilbup Kudus dan Temanggung. Pada masa tenang, komisi itu juga melarang siaran jajak pendapat karena bisa merugikan atau menguntungkan pasangan kandidat tertentu.
Pencabutan Izin
Terkait dengan proses hitung cepat (quick count), lembaga penyiaran dilarang menyiarkan hasil, sebelum proses pencoblosan dinyatakan selesai oleh penyelenggara pemilihan umum. Artinya, penghitungan cepat hasil pilkada baru boleh disiarkan atau ditayangkan setelah pukul 13.00.
Konsekuensi atas pelanggaran itu, KPID sesuai kewenangan berhak menjatuhkan sanksi administrasi atau sanksi pidana dengan melaporkan lembaga tersebut ke kepolisian. Pelanggaran siaran kampanye dikenai sanksi administrasi berupa teguran tertulis, penghentian sementara mata acara atau pengurangan durasi mata acara siaran yang bermasalah. Sanksi paling ekstrem merekomendasikan kepada Menkominfo untuk mencabut izin.
Memasuki masa tenang hingga selesainya proses pilgub Jateng serta pilbup Kudus dan Temanggung, seyogianya lembaga penyiaran tetap menaati regulasi. Pengelola harus tetap cermat, berhati-hati , dan tak menyengaja menyiarkan program yang beraroma kampanye. Ketaatan terhadap regulasi merupakan sumbangsih besar dalam ikut menyukseskan pilgub dan pilbup.
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jateng meyakini ketaatan itu bakal menghasilkan karya penyiaran yang informatif, mencerdaskan, mencerahkan, dan bermartabat bagi pendengar dan pemirsa. Masyarakat juga bisa meraih manfaat besar dari siaran berkualitas tentang pilkada. Lebih jauh lagi, media penyiaran akan menjadi wahana pendidikan politik yang efektif bagi masyarakat. (10)

-- Isdiyanto, Koordinator Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah
Sumber: http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/05/23/225626/10/Siaran-Masa-Tenang-Pilkada

Monday, May 20, 2013

In Memoriam: Rasool Khan


It is de javu, when I heard the news that Mr. Rasool Mohseni, commonly known as Rasool Khan, was killed by bomb suicide in Puli Khumri, northern Afghanistan a couple days ago. My deeply condolence for Afghanistan. My tears fall down to hear this very sad news and when I wrote this.

Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. 

I interviewed him in 2009 and met him again in 2010, because I was deployed in Baghlan province again. He won the provincial election last year, so I would like to know what he had done so far after he was elected. 

In 2010, it was parliamentary election and his younger brother, Mr. Azim Mohseni, was the influential candidate, and he won. So my team interviewed two of them.   

He was the most powerful man and mujahidin in Baghlan province, northern Afghanistan and humble as well.



I still remember, how surprised he was once he knew my knowledge on Baghlan and its security situation in surroundings provinces and praised me for that



I still remember, how he took care for us, international observers, when we were there. In 2009, we stayed in a big, old and nice Guest House located in Band Do, Puli Khumri. He always sent his people to make sure that we were safe.


I still remember, what he said, when I saw and commented why her 2 daughters could play only in the yard of his house with neighboring female kids while their brothers played outside and going around the city, "It is Afghanistan." 

I still remember that UNAMA officers weren't surprised to know that we, international observers, knew him very well.


Rest in Peace, Rasool Khan. May Allah bless you and your soul.