Website counter

Monday, November 28, 2011

Modus-modus Korupsi dalam Pemilu

Korupsi merupakan pelanggaran yang paling terlihat dalam pemilu, meski buktinya kadang mudah ditemukan atau sulit ditemukan. Tergantung levelnya.

Di bawah ini merupakan 4 modus korupsi yang kerap terjadi di sekitar Pemilu :

1. Beli suara (vote buying ), dimana partai politik atau kandidat membeli suara pemilih dengan menggunakan uang, barang, jasa, jabatan ataupun keuntungan finansial lainnya.

2. Beli kursi (candidacy buying ), dimana orang ataupun kelompok kepentingan mencoba untuk membeli nominasi agar dicalonkan dalam
pemilu.

3. Manipulasi dalam tahapan dan proses pemilu (electoral administrative corruption)

4. Dana kampanye yang ‘mengikat’ (abusive donation) menjadikan sumbangan kepada partai ataupun kandidat sebagai investasi politik.

Sumber : Republika, 18 Oktober 2011






Friday, November 18, 2011

Pelanggaran Pemilu

Pelanggaran pemilu merupakan perbuatan melawan hukum atau perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang. Pelanggaran dapat digolongkan menjadi tindak pidana dan pelanggaran administrasi.

Pelanggaran administrasi adalah tindakan atas kelalaian pemilih, kandidat, partai politik, organisasi media atau penyelenggara. Untuk pelanggaran semacam ini, Bawaslu dan jajaran di bawahnya akan melakukan penyelidikan kemudian melaporkan ke KPU atau jajaran di bawahnya. KPU akan menjatuhkan sanksi administratif.

Pelanggaran pidana akan diberikan sanksi yang dijatuhkan oleh Pengadian Negeri. Sanksi tersebut bisa berupa denda atau hukuman penjara.

Bawaslu menerima laporan dan menyelidikinya. Jika tergolong pelanggaran pidana, Bawaslu akan menyerahkannya kepada kepolisian. Kepolisian menyelidiki dan menyusun laporan untuk masuk ke Pengadilan Negeri.

Jenis-jenis pelanggaran administratif dan pidana akan saya tulis pada postingan berikutnya.

Salam demokrasi!

Tuesday, November 8, 2011

Sidang Uji Materi UU no. 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu

UU no. 15/2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu yang diberlakukan pada 16 Oktober 2011 yang lalu memiliki sejumlah pasal yang dianggap akan mengganggu proses dan perjalanan Pemilu 2014.
Oleh karena itu, sejumlah LSM yang bergerak di bidang kepemiluan dan perorangan yang peduli dengan pemilu dan demokrasi di Indonesia kemudian mengajukan judicial review atau sidang uji materi terhadap pasal-pasal tersebut.

Pasal-pasal yang dimaksud adalah pasal 11 mengenai anggota KPU, pasal 85 mengenai anggota Bawaslu dan Pasal 109 mengenai DKPP (Dewan Kehormatan).

Lebih lengkapnya uji materi tersebut sebagai berikut : Permohonan Pengujian Pasal 11 huruf i sepanjang frasa "mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik........; Pasal 85 huruf i sepanjang frasa "mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik........; Pasal 109 ayat (4) huruf c, huruf d dan huruf e sepanjang frasa “4 (empat) orang tokoh masyarakat dalam hal jumlah utusan partai politik yang ada di DPR berjumlah ganjil atau …… dalam hal jumlah utusan partai politik yang ada di DPR berjumlah genap”, ayat (5), dan ayat (11) ketentuan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebagai seseorang yang bergerak di LSM kepemiluan yaitu KIPP Indonesia, sayapun tergerak untuk ikut serta menjadi pemohon dalam Judicial Review ini. Meskipun perlu dicatat dan diperhatikan, bahwa organisasi saya yaitu KIPP Indonesia tidak turut sebagai organisasi pemohon. Jadi saya turut sebagai pemohon atas nama pribadi.

Hingga hari ini (7 Desember 2011), sudah 23 LSM kepemiluan dan 113 orang atas nama perseorangan menjadi pemohon untuk judicial review ini.

Saturday, November 5, 2011

Sidang Pemeriksaan Berkas

Sidang perdana judicial Review UU no. 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu dilaksanakan pada hari Jum'at, 4 November 2011 jam 10.00 WIB.


Tetapi, setelah saya tiba di Gedung Mahkamah Konstitusi, ternyata sidang dimundurkan menjadi jam 13.30 WIB. Tentu saya kecewa, tetapi apa hendak dikata.

Berhubung jaringan internet saya sedang kacau dan super lambat, jadi saya tidak mengecek ke grup "Tolak Parpol Masuk KPU" di Facebook secara rutin menit per menit. Ternyata memang perubahan mendadak tersebut dari pihak MK. Karena siang harinya saya ada acara lain, saya memutuskan untuk menunggu laporan dari teman-teman yang hadir saja.

Sidang pendahuluan adalah sidang untuk mengecek kelengkapan permohonan. Sama seperti layaknya seorang guru atau dosen mengecek karangan, makalah atau proposal ilmiah dari siswa atau mahasiswa.

Teman-teman yang hadir dan kuasa hukum pemohon melaporkan bahwa permohonan yang ada harus direvisi. Pertama, adanya perbedaan "judul" subyek yang teregistrasi dan yang dimohonkan pada saat itu. Hal ini bisa dipahami, karena permohonan masuk ketika subyek masih berupa RUU sehingga belum mendapat penomoran. Panel Hakim MK menganjurkan untuk merevisi judul tersebut sesuai dengan nomor yang disahkan yaitu UU no. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.

Kedua, Panel Hakim MK juga menganjurkan agar permohonan dibuat lebih langsung dan fokus, serta mengelaborasi makna kata mandiri dalam Pasal 22E Ayat 5 UUD 1945.

Agar lebih cepat, akhirnya teman-teman dan kuasa hukum memutuskan untuk mencabut permohonan yang ada dan langsung memasukan permohonan pengganti. Hal tersebut akan dilakukan minggu depan.

Sungguh, saya salut dengan kerja keras tim kuasa hukum dan teman-teman yang hadir di sana. Semoga kerja keras mereka bisa membawa Indonesia menjadi lebih baik lagi.

Oh ya, kuasa hukum terdiri dari Veri Junaidi SH (Perludem), Alfons, SH (YLBHI), Maheswara SH. Sedangkan teman-teman yang hadir antara lain Titi Anggraini (Perludem), Wahyu Dinata (KIPP Jakarta), Hadar Gumay (CETRO) dan beberapa teman lainnya.